Jakarta (pilar.id) – Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto mengatakan, ada dua aspek yang diatur dalam UU P2SK. Pertama, terkait kelembagaan otoritas di sektor keuangan. Karena itu, RUU P2SK mengatur tentang lembaga Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Juga yang terkait dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan,” kata Suminto, di Jakarta, Kamis (22/12/2022).
Kedua, UU P2SK juga mengatur tentang industri sektor keuangan. Makanya, dalam RUU tersebut memuat amandemen terhadap sejumlah UU, antara lain tentang perbankan, perbankan syariah, pasar modal, dana pensiun, perasuransian, lembaga keuangan mikro, dan beberapa undang-undang lain.
“Kalau ditotal RUU P2SK ini mencakup perubahan 17 undang undang existing,” kata Suminto.
RUU P2SK, lanjut Suminto, diharapkan mampu memberikan regulatory framework untuk memastikan sektor keuangan berfungsi dengan baik dan dapat dijaga stabilitasnya. Misalnya dari sisi kelembagaan, RUU P2SK memberikan kepastian tentang tugas, fungsi, mandat, dan wewenang dari otoritas di sektor lembaga keuangan.
“Dari sisi BI misalnya, kita pertegas independensi BI sebagai Bank Sentral. Termasuk di dalamnya larangan anggota Dewan Gubernur sebagai pengurus dan/atau anggota partai politik,” kata dia.
RUU P2SK sendiri telah disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis, (15/12/2022) di Jakarta. Namun, RUU tersebut saat ini masih menunggu diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Jokowi punya waktu 30 hari sejak disahkan di DPR.
“Saya masih menggunakan terminologi RUU, belum undang undang karena belum disahkan presiden,” kata Suminto. (ach/hdl)