Jakarta (pilar.id) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat tak akan berdampak langsung pada industri perbankan Indonesia. Pasalnya, industri perbankan memiliki kondisi yang cukup kuat dan stabil.
Selain itu, penutupan SVB tidak berdampak langsung terhadap Perbankan Indonesia karena tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB. Bank-bank di Indonesia juga tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto.
“Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, di Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Setelah krisis keuangan tahun 1998, lanjut Diana, Indonesia telah melakukan langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum, dan penguatan tata kelola serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien dan stabil. Hal itu tercermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.
Pada saat ini, kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik antara lain AL/NCD dan AL/DPK di atas threshold yakni sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen. Kondisi tersebut dinilai jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional. Adapun komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat, sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Demikian juga, untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan, dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Selain itu, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori ‘bank dalam resolusi’ atau bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.
“OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia,” kata Diana.
Sebagaimana diketahui, bank yang mendanai startup di lembah Silikon, AS, Silicon Valley Bank runtuh dalam waktu sekejap pada Jumat (10/3/2023) pekan lalu. Bank yang didirikan pada 1983 mulai mengalami kejatuhan akibat salah strategi menempatkan dana kelolaannya.
SVB menginvestasikan miliaran dolar ke dalam obligasi pemerintah AS selama era suku bunga mendekati nol. Namun semua berbalik arah ketika Federal Reserve menaikkan suku bunga secara agresif untuk menjinakkan inflasi.
Saat suku bunga naik, harga obligasi turun, sehingga lonjakan suku bunga mengikis nilai portofolio obligasi SVB. Portofolio menghasilkan pengembalian rata-rata 1,79 persen minggu lalu, jauh di bawah hasil Treasury 10-tahun sekitar 3,9 persen. Hal inilah yang menyebabkan, bank terbesar ke-16 di AS itu ambruk dan ditutup oleh regulator AS. (ach/hdl)