Jakarta (pilar.id) – Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, pemerintah harus menyiapkan segala cara untuk menangkal hepatitis akut ini. Menurut dia, pemerintah harus belajar dari covid-19.
Dicky menilai, penyiapan fasilitas kesehatan (faskes), deteksi dini, hingga surveilans harus segera ditingkatkan. Tapi tidak hanya sampai di situ, harus ada dukungan pemerintah pusat kepada daerah. Sebab, terdapat disparitas kemampuan antardaerah di Indonesia dalam menangani suatu penyakit.
“Masalahnya kalau bicara hepatitis akut, ini adalah penyakit yang tidak murah dan tidak mudah. Deteksinya tidak murah, banyak sekali dan perlu biaya. Artinya pelru dibangun strategi yang sifatnya praktis,” kata Dicky, Rabu (11/5/2022).
Strategi praktis yang dimaksud Dicky antara lain meningkatkan surveilans dan segera dilakukan deteksi ketika ditemukan kasus yang mengarah kepada hepatitis akut. Lalu, segera lakukan langkah pencegahan dengan meningkatkan literasi, sosialisasi, dan sebagainya.
Kendati demikian jika disebut hepatitis akut bakal menjadi pandemi layaknya covid-19, Dicky menilai, potensinya sangat kecil, bahkan hampir tidak ada.
Karena, besar dugaan penyakit hepatitis akut ini masih terkait dengan pandemi covid-19 itu sendiri atau bagian dari dampak terjadinya long covid-19.
“Karena literatur menujukkan bahwa awal pandemi di Wuhan, China, sudah ditemukan bahwa covid-19 ibisa menyebabkan penyakit hepatitis pada anak maupun dewasa,” ujarnya.
Hingga kini, pasien yang meninggal akibat hepatitis akut di Indonesia sudah mencapai lima orang. Kelima pasien meninggal dunia ini dilaporkan di DKI Jakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat.
Sementara itu, sebanyak 15 kasus hepatitis akut terdeteksi di 5 provinsi Tanah Air, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat dan Bangka Belitung. Hingga saat ini, beberapa pasien yang mayoritas berusia 1-6 tahun tersebut masih dalam perawatan.
Adapun, WHO pertama kali menerima laporan kasus pada 5 April 2022 dari Inggris Raya sebanyak 10 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya (acute hepatitis of unknown aetiology). Kasus-kasus tersebut menyerang anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Sebanyak 17 anak di antaranya 10 persen memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (penyakit kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.
Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium di luar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus di luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus. (her/din)