Jakarta (pilar.id) – Sigma terkait monosodium glutamate (MSG) atau mecin terhadap anak masih melekat di masyarakat Indonesia. Padahal faktanya tidak demikian, MSG atau mecin justru sangat aman konsumsi oleh anak-anak, bahkan bayi sekalipun.
Dokter Spesialis Anak sekaligus Edukatif Kesehatan, Ardi Santoso mengatakan, konsumsi MSG sangat merata di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Fakta ini menepis anggapan bahwa mengonsumsi mecin bikin bodoh pada anak. Nyatanya, MSG sama sekali tidak membuat anak menjadi bodoh.
“Jadi kalau memang MSG bikin bodoh, tentu saja seluruh negara tidak akan mengonsumsi MSG dengan jumlah yang banyak,” kata Ardi dalam keterangannya, Rabu (3/8/2022).
Selain dianggap menjadi pemicu kebodohan pada anak, mitos lainnya yang berkembang yakni MSG dapat menggangu fungsi kerja otak, generasi micin, meningkatkan risiko asma, meningkatkan kanker, dan memicu kelebihan berat badan.
Sekali lagi Ardi menegaskan bahwa itu semua hanya mitos. Karena faktanya, tidak ada kaitan antara pemberian MSG dengan gangguan fungsi otak, risiko asma, risiko kanker, ataupun memicu kelebihan berat badan.
Karena kenyataannya, kadar natrium (Na) pada MSG lebih sedikit ketimbang garam dapur. MSG mengandung 12 persen Na, sedangkan garam dapur 39 persen. Artinya, kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi Natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur.
Selain itu, sebuah studi mengungkapkan pengurangan garam dengan menambahkan MSG ke dalam masakan, dapat mengurangi kandungan Natrium sebesar 30 persen tanpa mengurangi kelezatannya. Dengan mengurangi konsumsi garam dapur resiko hipertensi dapat dihindari.
“Peran MSG pada kesehatan tubuh manusia sangat banyak, mulai dari membantu pencernaan usus hingga dapat mengontrol nafsu makan,” kata dia.
Adapun, tidak ada ketentuan takaran untuk penggunaan MSG bagi anak dan dewasa. Dari Permenkes 033/2012 dan Peraturan BPOM 023/2013 menyatakan bahwa MSG adalah bahan tambahan pangan penguat rasa yang diizinkan dengan batas maksimum penggunaan yakni secukupnya.
“Tidak ada penelitian yang mendukung kalau penggunaan MSG berlebi akan membuat tubuh menjadi tidak baik. Tidak ada batasan penggunaan MSG karena batasannya adalah secukupnya. Jadi jangan khawatir,” tegasnya.
Sementara itu, Psikolog Irma Gustiana Andriani, menurutkan, orangtua perlu belajar dapat menyikapi kegiatan makan pada anak. Ayah dan bunda, kata dia, harus bisa memastikan anak dapat asupan makanan yang bergizi.
“Pada intinya adalah, kita semua perlu belajar menyikapi kegiatan makan anak dan jangan lupa, cita rasa sangat penting menggugah selera anak dalam aktivitas makan,” kata Irma.
Department Manager PR Ajinomoto, Grant Senjaya mengungkapkan, Ajinomoto hadir sejak 1969 dan terus berkontribusi untuk kesehatan bagi keluarga Indonesia.
Ajinomoto kini sedang mengampanyekan bijak penggunaan garam. Kampanye tersebut sejalan dengan kampanye yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ihwal pentingnya membatasi konsumsi gula, garam dan lemak.
Melalui kampanye bijak garam yang sedang digiatkan ini, Ajinomoto ingin megedukasi masyarakat tentang pentingnya diet rendah garam serta mengajak keluarga Indonesia untuk hidup lebih sehat dengan mengurangi penggunaan garam di dalam masakan.
“Bagi Ajinomoto, gizi yang baik adalah hal besar yang kami soroti dan merupakan modal penting bagi pertumbuhan generasi masa depan,” kata Grant.
Menurutnya, anak-anak di Indonesia membutuhkan gizi yang baik dan lengkap untuk tumbuh kembangnya. Dengan begitu, perkembangan mental dan fisik anak-anak di Indonesia jadi lebih baik sehingga menjadi generasi yang akan tumbuh dan berkembang di masa depan.
Sebagai informasi, Ajinomoto adalah produk pertama di Jepang. Sudah lebih dari 100 tahun dan diperjualbelikan lebih dari 100 negara di dunia.
Produk MSG Ajinomoto terbuat dari tetes tebu pilihan. Produk Ajinomoto sudah mendapatkan sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tergolong ke dalam tambahan pangan oleh BPOM. Ajinomoto juga telah mendapatkan rekor MURI sebagai MSG pertama yang memiliki kemasan ramah lingkungan. (her/din)