Solo (pilar.id) – Buntut kisruh Keraton Surakarta Hadiningrat memasuki babak baru. Setidaknya, empat orang dikabarkan terluka dalam bentrok yang berlangsung di Keraton Solo, Jumat (23/12/2022) malam.
Konflik internal ini melibatkan kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) dari Gusti Moeng (Putri Pakubuwono XIII) yang berseteru dengn kubu Sri Susuhunan Pakubuwono XII (Sasonoputro).
Cucu PB XIII Hangabehi, BRM Suryo Mulyo menjelaskan kronologi bermula pukul 21.00 WIB lebih dari 50 orang menerobos paksa masuk kawasan Keraton untuk menutup pintu Kori Kamadungan.
“Kejadiannya di Kori Kamandungan, cepat sekali. Saya tanya baik-baik pada orang yang menutup pintunya, tapi diam saja,” terangnya.
Ia tak mengetahui dari puluhan orang tersebut, ternyata terdapat oknum aparat yang saat Ia tanya menodongkan pistol.
“Setelah massa pergi, saya tanya seorang yang masih berada di lokasi. Saya tidak tahu kalau aparat, tiba-tiba menodong leher saya,” paparnya.
Oknum tersebut, lanjutnya juga mendorong dan sempat membawa-bawa nama aparat.
“Perlu ada perhatian serius. Di rumah sendiri, kok tiba-tiba diusir paksa,” tambahnya.
Dari kejadian tersebut, kata Suryo sedikitnya empat orang dilaporkan mengalami luka-luka, salah satunya Putri Kedua Sri Susuhunan PB XIII, Devi Lelyana Dewi.
Sementara itu, Kapolresta Solo, Kombes Pol Iwan Saktiadi tengah melakukan penyelidikan dengan mendalami bukti dari sejumlah saksi.
“Akan kami tindaklanjuti dan kumpulkan fakta-fakta dan kesaksian penyebabnya,” ungkapnya.
Buntut panjang dari permasalahan ini, sebelumnya sempat diwarna dugaan penganiayaan pada Sabtu (17/12/2022) yang diduga dilakukan GKR Timoer Rumbai terhadap Sentono Ndalem Keraton Kasunanan Surakarta, KRA Christophorus Adityas Suryo Admojonegoro.
Diketahui, GKR Timoer Rumbai merupakan seorang yang bersama GKR Moeng pada Februari 2021 lalu yang sempat dikunci oleh orang tak dikenal selama dua hari di Kompleks Keputren Keraton Solo tanpa listrik, gas, dan bahan pangan seadanya.
Sebagai informasi, kisruh Keraton Solo sebenarnya terjadi sejak 2004, saat itu Hangabehi dan Tediowulan saling menebut tahta Keraton Solo setelah wafatnya Paku Buwono XII tanpa permaisuri dan putra mahkota.
Meski pada 2012 telah terjadi rekonsiliasi, seteru dua kubu ini masih belum berakhir. Sejumlah keturunan PB XII menyatakan penolakan dengan mendirikan Lembaga Dewan Adat Keraton. (riz/hdl)