Surabaya (pilar.id) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengajak masyarakat khususnya generasi muda untuk berperan aktif dalam usaha perlindungan dan pelestarian budaya dan adat istiadat unik Jawa Timur.
Provinsi ini memiliki 7.105 potensi kebudayaan yang sangat berharga dan perlu dijaga dan dilestarikan dengan sungguh-sungguh.
Hal ini disampaikan Gubernur Khofifah dalam menyambut Hari Masyarakat Adat Internasional yang dirayakan setiap tanggal 9 Agustus.
“Mempertahankan warisan budaya nenek moyang adalah tugas bukan hanya para pemimpin adat, tetapi juga tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat sekitarnya. Inilah tugas kita bersama,” kata Gubernur Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya pada hari Rabu (9/8).
Khofifah menggarisbawahi betapa pentingnya pelestarian adat istiadat dan budaya, terutama di era globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini. Ia mengakui bahwa banyak generasi muda yang lebih terpapar oleh budaya asing karena pengaruh media sosial dan hiburan luar.
“Generasi muda perlu diberdayakan untuk merawat adat istiadat dan budaya. Ini dapat dicapai dengan memupuk rasa cinta terhadap budaya lokal, melakukan perjalanan untuk mengenal budaya, dan tidak mudah terpengaruh oleh budaya asing. Tujuannya adalah agar nilai-nilai adat istiadat dan kebudayaan tetap terjaga dan lestari,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Khofifah menjelaskan keberagaman masyarakat adat di Jawa Timur. Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022, terdapat enam suku besar yang tersebar di seluruh wilayah Bumi Majapahit, yaitu Suku Jawa, Suku Madura, Suku Tengger, Suku Osing, Suku Samin, dan Suku Bawean.
Mayoritas penduduk adalah Suku Jawa, yang terdiri dari beberapa etnis seperti Mataraman Kulon (Pacitan, Ngawi, Magetan, Ponorogo) dan Mataraman Wetan (Nganjuk, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Blitar, Madiun), serta etnis Arek yang berpusat di Surabaya Raya dan Malang Raya.
Suku Madura juga memiliki variasi seperti Madura Pulau (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep) dan Madura Pandhalungan (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang, Jember).
Selain itu, ada Suku Tengger yang mendiami lereng Gunung Bromo, Suku Osing di Kabupaten Banyuwangi, Suku Samin di Kabupaten Bojonegoro, dan Suku Bawean di Pulau Bawean.
Gubernur Khofifah menegaskan bahwa kekayaan budaya ini menjadi potensi yang sangat berharga. Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur, terdapat 7.105 potensi kebudayaan yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota, termasuk 134 bahasa, 598 manuskrip, 237 ritus, 645 teknologi tradisional, 631 olahraga tradisional, 1.214 tradisi lisan, 713 adat istiadat, 710 pengetahuan tradisional, 305 permainan tradisional, dan 1.918 kesenian.
Khofifah optimis bahwa jika seluruh masyarakat bersatu untuk melindungi dan melestarikan potensi ini, maka ekonomi Jawa Timur juga akan merasakan manfaatnya.
“7.105 potensi kebudayaan bukanlah jumlah yang sedikit. Tidak ada yang lebih baik menjaga warisan ini selain kita, warga Jawa Timur,” tegasnya.
“Dengan menjaga dan mengembangkan potensi ini bersama-sama, kita dapat menciptakan dampak luar biasa bagi masyarakat di sekitar kita, terutama dalam sektor ekonomi,” tambah Khofifah.
Selain itu, upaya menjaga budaya adat juga dianggap sebagai langkah untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Pada bulan kemerdekaan ini, penting untuk terus memuliakan kebhinekaan. Khofifah mengingatkan bahwa Indonesia adalah contoh bangsa majemuk yang diikuti oleh bangsa lain. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh masyarakat untuk menanamkan semangat kebhinekaan dalam diri masing-masing untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
“Walaupun Jawa Timur memiliki berbagai suku, itu bukanlah alasan untuk berjalan sendiri-sendiri. Sikap saling menghargai budaya satu sama lain harus menjadi bagian dari kita semua,” tutup Khofifah. (tok/hdl)