Jakarta (pilar.id) – Di Rumah Budaya Indonesia, KBRI Berlin, keunikan sebuah instalasi otomat gamelan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Meskipun dalam budaya masyarakat Indonesia, gamelan seringkali dikaitkan dengan hal-hal mistis, namun dalam instalasi ini, gamelan bermain dengan bantuan teknologi modern yang menjauhkannya dari kesan mistis.
Instalasi otomat gamelan ini merupakan karya Bilawa Ade Respati dan timnya. Pameran berjudul “Distant Memories of the Void” ini dibuka mulai Jumat, 22 Maret 2024 hingga Rabu, 26 Maret 2024, di Rumah Budaya Indonesia KBRI Berlin.
Roniyus Marjunus, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Berlin, memberikan apresiasi atas karya unik ini. “Saya sangat mengapresiasi karya ini. Sungguh sesuatu yang unik dan tidak terpikirkan,” ujar Roniyus pada Jumat (22/3).
Bilawa Ade Respati mengungkapkan bahwa inspirasi untuk menciptakan instalasi otomat gamelan datang saat ia mengunjungi Museum of Performing Arts di Swedia. “Saat itu, saya melihat sebuah instalasi tali tambang yang dapat menghasilkan suara layaknya alat musik harpa. Dari situ, saya mendapat ide untuk menciptakan instalasi serupa dengan gamelan,” ungkap Bilawa.
Salah satu anggota tim yang terlibat dalam merancang instalasi ini adalah Adrian Latupeirissa, warga negara Indonesia yang juga mengajar di Swedish Royal Institute of Technology. Bilawa bertugas menciptakan komposisi musik untuk gamelan, sementara Adrian merancang mesin otomatis yang akan memainkan gamelan sesuai dengan komposisi yang telah dibuat.
Instalasi otomat gamelan ini terhubung dengan kabel-kabel yang berfungsi seperti syaraf untuk mengirimkan sinyal kepada pemukul gamelan. Perangkat keras Arduino bertindak sebagai jantung mesin ini yang mendistribusikan sinyal-sinyal tersebut.
Adrian mengungkapkan bahwa proses merakit dan memprogram instalasi ini memakan waktu sekitar dua minggu. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah memastikan mesin otomatis dapat terus beroperasi selama pameran berlangsung.
Selain gamelan yang bermain otomatis, pameran ini juga dilengkapi dengan instalasi visual yang disiapkan oleh Emese Csornai dan timnya. Rekaman visual ini dibuat secara manual tanpa menggunakan perangkat lunak.
Pengunjung seperti Isabel, seorang warga Jerman, merasa terkesan dengan instalasi otomat gamelan ini. “Hal yang menarik adalah ketika instrumen tradisional dapat dikombinasikan dengan teknologi modern,” ujarnya.
Selama proses persiapan, Bilawa dan timnya berkonsultasi dengan dua seniman Indonesia, Sujarwo Joko Prihatin dan Elisha Orcarus, untuk memastikan instalasi ini tidak melupakan nilai-nilai tradisional gamelan. Bilawa ingin menunjukkan bahwa meskipun menggunakan teknologi modern, gamelan tetap dapat dinikmati dengan menghormati nilai-nilai tradisionalnya. (riq/ted)