Semarang (pilar.id) – Sebuah rumah tua dengan dua lantai berdiri tampak gagah sejak abad 18 lalu, dinamai Istana Pamularsih cikal bakal kerajaan gula Oei Tiong Ham menguasai perdagangan di Asia dan Eropa.
Oei Tiong Ham mewariskan kekayaan orang tuanya, Oei Tjie Sien, memiliki usaha hasil bumi di Nusantara yang berpusat di Kota Semarang.
Istana Pamularsih merupakan kawah candradimukan bagaimana sang ayah menggembleng Oei Tiong Ham hingga dijuluki Raja Gula dari Semarang oleh Ratu Willem atau Wilhelmina dari Belanda.
Bahkan ketenaran Oei Tiong Ham yang lahir di tahun 1866 juga disebut sebagai orang terkaya di antara Shanghai dan Australia oleh Korean De Locomotief.
Dari Istana Pamularsih yang berlokasi di perbukitan Pamularsih, ia belajar bagaimana memantau kapal-kapal dagang milik ayahnya yang lalu lalang di pesisir pantai Semarang dan kanal-kanal Kali Semarang.
Oei Tiong Ham, Si Raja Gula dari Semarang, gurita bisnisnya bernama Oei Tiong Ham Concern, mulai dari farmasi, perkebunan, perbankan, asuransi, maritim, dan lainnya.
Berikut beberapa fakta tentang bentuk dan kondisi dari Istana Pamularsih saat ini, merangkum pembicaraan dengan sejarahwan Tionghoa Semarang, Jongkie Tyo.
1. Lebih tua dari Bernic Castle
Nama Bernic Castle lebih terkenal dibanding Istana Pamularsih. Karena Bernic Castle terawat dan menjadi cagar budaya, sekarang ditempati sebagai Kantor Wilayah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wilayah Jateng DIY, alamat ada di Jalan Kyai Saleh Semarang.
Namun, jauh sebelumya, Oei Tiong Ham memiliki Istana Pamularsih, peninggalan bapaknya bernama Oei Tjie Sien, beralamat di Jalan Pamularsih II RT 01 RW VIII, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Kata sejarahwan Jonkie Tyo, Istana Pamularsih awalnya memiliki luas sampai Klenteng Sam Poo Kong. Memiliki dua lantai dengan jendela-jendela besar dan tiang beton beratap kayu tua. Halaman depannya ada bekas kandang kuda.
“Abad 18 Oei Tjie Sien bapaknya Oei Tiong Ham membeli Istana Pamularsih dari taipan Yahudi nama Johanes, luasnya jadi satu Sam Poo Kong. Itu kenapa bentuk Istana Pamularsih mirip bangunan Eropa bukan ala Tionghoa, karena sudah jadi dan membeli,” kata Jongkie Tyo.
2. Tempat pantau kapal dagang
Istana Pamularsih berada di tempat paling tinggi di perbukitan Pamularsih, istana akan terlihat dari Jalan Kaligarang, Sampangan, sampai Banjir Kanal Barat. Lokasi itu dulu adalah pesisir laut Semarang. Dari ketinggian Istana Pamularsih, Oei Tjie Sin dan Oei Tiong Ham akan memantau tiap gerak kapal dagangnya yang masuk dan keluar pelabuhan di Kali Semarang.
“Oei Tiong Ham dari kecil sampai besar ada disana. Setelah mewarisi kesuksesan ayahnya, gedung itu digunakan sebagai tempat memantau kapal-kapal dagang miliknya saat bersandar dan bongkar muat di pesisir pantai Semarang atau Pelabuhan Semarang,” tutur Jongkie Tyo.
3. Lantai marmer merah berlapis timah
Jongkie Tyo membeberkan, jika dia pernah masuk ke dalam Istana Pamularsih sekitar tahun 80-90 an, kata dia lantainya menggunakan marmer merah dan di lantai dua lantai berlapis timah. Sangat prestis dan mahal pada jamannya. “Dulu semua peralatan lengkap dan unik, lantai marmer merah yang mengkilap dan lantai kayu yang ada di lantai dua dilapisi dengan timah,” kata dia.
4. Lanskap Kota Semarang berawal
Dari Istana Pamularsih pula, konon Oei Tiong Ham mulai menapaki bisnis properti. Dia membuat perumahan bagi orang kaya pribumi, eks patriat Belanda, dan para taipan. Lanskap perumahan sekarang yang menjadi wilayah Jalan Pemuda, Jalan Gajahmada, dan Jalan Pandanaran. “Dia juga terkenal membuka lahan baru untuk perumahan, terutama di Jalan Gajahmada, Pandanaran dan Jalan Gergaji. Perumahan itulah yang sekarang menjadi lanskap jalan protokol yang ada di Semarang. Tersisa beberapa bangunan perumahan asli sampai sekarang di jalan-jalan itu,” kata Jongkie.
5. Dimiliki TNI AD saat revolusi nasionalisasi
Istana Pamularsih sekarang dimiliki oleh TNI AD atau Kodam IV/Diponegoro, pengambilalihan itu akibat nasionalisasi oleh Presiden Soekarno pada masa revolusi tahun 1961. Tak hanya Istana Pamularsih yang dinasionalisasi, ada pabrik farmasi dan candu yang sekarang jadi BUMN PT. Phapros di daerah Simongan belakang Klenteng Sam Poo Kong, pabrik gula, gedung perkantoran perdagangan di Kota Lama yang sekarang menjadi BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).
5. Renta dan rusak
Istana Pamularsih berukuran sekira 50 x 20 meter, kini terlihat kumuh, renta dan beberapa bagian rusak. Pilar-pilar besar masih kokoh menyangga namun dibagian Selatan sudah roboh. Kini di dalam bangunan telah disekat menjadi beberapa ruang tinggal oleh sekitar lima kepala keluarga (KK). Mereka adalah para anak keturunan penghuni lama yakni anggota kesatuan TNI AD Kodam IV/Diponegoro.
Lantai dua sudah tidak bisa dihuni karena lantai yang mulai lapuk dan bocor. Genting juga sudah ada yang pecah karena efek suara pesawat terbang yang melintas diatas istana saat akan mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang.
“Lantai dua sudah renta, kami tidak berani memfungsikan. Beberapa mahasiswa dan orang Pemkot Semarang kerap berkunjung baik penelitian dan kunjungan,” kata Didi, salah satu penghuni Istana Pamularsih.
Ia mengaku jika struktur bangunan Istana Pamularsih sangat istimewa. Mulai dari atap kayu yang kokoh, pondasi yang besar sampai lantai yang mengkilap. “Ini kalau hujan lantainya akan mengkilat jika dipel, atap juga kokoh, namun karena lama kena hujan dan bocor akhirnya ada yang lapuk. Bagian Selatan sudah roboh,” kata dia.
6. Nama Jalan Oei Tiong Ham di Singapura
Istana Pamularsih miris tak ada yang merawat. Bahkan dari pemerintah daerah juga belum mengambilalih sebagai cagar budaya atau jejak sejarah. Hal ini berbeda dengan di negara tetangga, Singapura, yang memberi penghormatan akan pengakuan kesuksesan bisnis Oei Tiong Ham denga memberi nama Jalan Oei Tiong Ham. “Karena pada masa penjajahan Belanda ada aturan pajak yang besar maka dia larikan perusahaannya di luar negeri ada di Singapura, Thailand, dan sejumlah negara Eropa. Maka dia lebih dikenal di luar negeri, salah satunya pemberian nama jalan raya itu di Singapura,” kata Jongkie Tyo. (Aam)