Jakarta (pilar.id) – DKI Jakarta menjadi episentrum penyebaran Covid-19 varian Omicron. Penularan varian Omicron yang kini juga meningkat di Jakarta, dari 1.313 orang yang terinfeksi, sebanyak 854 orang adalah pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dan 459 lainnya adalah transmisi lokal.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai, harus dilakukan pengetatan mobilitas masyarakat di Jakarta. Bagi orang yang berasal dari luar Jakarta, tidak boleh sembarang masuk.
Bahkan kata Trubus, kalau perlu kebijakan pemberlakuan surat izin keluar masuk (SIKM) diterpakan kembali. Hal itu demi menekan peningkatan angka covid-19 varian Omicron di Ibu Kota.
“Mereka yang datang dari luar dan masuk ke Jakarta harus ada pengetatan, harus diberlakukan SIKM seperti dulu,” kata Trubus melalui sambungan telepon kepada Pilar.id, Senin (24/1/2022).
Selain itu, ia memandang, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus segera mengambil langkah penanggulangan varian Omicron, misalnya dengan memberlakukan karantina wilayah. Mengingat, puncak kasus Omicron sudah di depan mata.
Meskipun dibilang tidak mematikan, varian Omicron tetap akan membahayakan manusia kalau tidak segera dikendalikan.
“Kalau memang diperlukan (karantina wilayah), ya bisa saja dilakukan. Apalagi kondisi saat ini bisa dibilang sudah krisis Omicron. Ramalan para ahli soal puncak Omicron ternyata benar adanya,” kata dia.
Selanjutnya, Trubus berharap agar karantina bagi PPLN harus diperpanjang menjadi 14 hari, bahkan hingga 20 hari. Hal itu akan membuat masyarakat Indonesia berpikir dua kali apabila ingin berpergian ke luar negeri, di luar untuk keperluan dinas.
Adapun, menurut dia, Pemprov DKI harus mempercepat vaksinasi dosis ketiga atau booster. Masyarakat di Ibu Kota wajib hukumnya disuntik vaksin booster. Hal tersebut untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran Omicron. Bila dibiarkan, varian Omicron akan lebih ganas daripada varian Delta.
“Kalau dibiarkan, bahaya juga Omicron ini. Memang tidak mematikan tapi jangka panjang dia akan merusak kesehatan masyarakat. Selain itu, Pemprov DKI harus koordinasi dengan pemerintah pusat terkait kebijakan,” tukasnya. (her/hdl)