Bandung (pilar.id) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut dua ASN atau aparat sipil negara yang juga merupakan staf kepaniteraan Mahkamah Agung RI, sebagai terdakwa dalam kasus suap hakim agung. Tuntutan tersebut berupa hukuman penjara selama enam dan delapan tahun.
Pada sidang tuntutan yang dilakukan secara daring di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Jaksa Penuntut Umum Amir Nurdianto mengungkapkan bahwa terdakwa pertama, Desy Yustria, dituntut hukuman selama delapan tahun 10 bulan penjara. Sementara itu, terdakwa kedua, Nurmanto Akmal, dituntut hukuman selama enam tahun tiga bulan penjara.
“Menuntut, supaya Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan,” ujar Amir saat membacakan tuntutan di sidang tersebut.
Dalam pembacaan tuntutan tersebut, jaksa membacakan tuntutan terlebih dahulu untuk terdakwa Desy Yustria, kemudian dilanjutkan dengan tuntutan untuk terdakwa Nurmanto Akmal.
Desy Yustria dituntut hukuman penjara selama delapan tahun 10 bulan dan denda sebesar Rp1 miliar atau subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Desy juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah ribu dolar Singapura dan Rp21 juta.
Desy dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 12 huruf c dan a juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hal ini sesuai dengan dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan kedua alternatif pertama.
Sementara itu, jaksa menuntut agar Nurmanto Akmal dihukum selama enam tahun tiga bulan penjara dan denda sebesar Rp1 miliar. Selain itu, Nurmanto juga diminta membayar uang pengganti sejumlah sembilan ribu dolar Singapura dan Rp57,5 juta.
Jaksa berpendapat bahwa Nurmanto bersalah berdasarkan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hal ini sesuai dengan dakwaan kesatu alternatif pertama.
Dalam kasus suap hakim agung ini, Desy Yustria dan Nurmanto Akmal diduga sebagai perantara pemberi suap kepada Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Uang suap tersebut diduga berasal dari Heryanto Tanaka melalui pengacaranya, Theodorus Yosep Parera, untuk mengurus perkara yang terkait dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Dugaan tersebut menunjukkan bahwa suap dilakukan dengan harapan hakim agung akan mengabulkan kasasi yang diajukan. (mad/hdl)