Surabaya (pilar.id) – Jurnalisme investigasi jelas butuh proses yang berat dan panjang. Jurnalisme investigasi, sejauh ini tumbuh dan dikesankan sebagai wilayah eksklusif wartawan senior. Wartawan yang memiliki keleluasaan lebih, sehingga tak pernah bisa dilakukan wartawan muda.
“Itu benar. Tapi pemikiran itu bisa berubah jika kita paham, dunia digital menawarkan banyak kemudahan,” kata Zen RS, nara sumber dalam diskusi bertajuk ‘Investigative Journalism Era Digital’ yang digelar di Kampus Stikosa AWS, Jumat (14/4/2023).
Di depan peserta diskusi yang menutup rangkaian acara Festival Komunikasi Ramadhan 2023 gelaran IKA Stikosa AWS ini, ia pun berkisah tentang pola investigasi dunia digital yang sebetulnya sudah sering kita lakukan.
“Kita mengenalnya sebagai Open-Source Intelligence atau OSINT,” kata Chief of Content narasi.tv dan Chief Editor Narasi Newsroom ini.
OSINT, lanjutnya, merupakan metode mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi yang berasal dari sumber-sumber terbuka, untuk menghasilkan temuan yang dapat ditindaklanjuti, serta dapat dipublikasikan untuk kepentingan publik.
“OSINT mengumpulkan data yang tidak dirahasiakan. Sering kali malah bisa kita temukan di ruang terbuka seperti instagram, Facebook, bahkan Tiktok,” terang mantan editor di tirto.ID ini.
Secara teknis, OSINT bisa dilakukan lewat googling dengan pendekatan khusus. Ada penambahan kode atau kata tertentu di kotak pencarian, sehingga bisa memunculkan data-data yang terkesan disembunyikan padahal ada sejak lama.
“Google Dorking adalah teknik yang digunakan para hacker untuk menemukan informasi yang terekspos secara tidak sengaja ke internet. Misalnya, file log dengan nama pengguna dan kata sandi atau kamera, dan lain-lain,” terangnya.
Sebagian besar, kata Zen, dilakukan dengan menggunakan kueri untuk mengejar target tertentu secara bertahap. “Kita mulai dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin menggunakan kueri umum, lalu kita bisa lebih spesifik dengan menggunakan kueri kompleks,” jelasnya.
Artinya, lanjut dia, proses ini membutuhkan ketabahan dan kesabaran ekstra. Tanpa dua hal ini, proses panjang mungkin berakhir lebih cepat dan sia-sia.
Ia pun kemudian mencontohkan, bagaimana OSINT mampu mendukung proses pencarian Eddy Tansil di Hongkong dan China. Saat itu tim investigasi menggunakan Baidu, Weibo, weixin.sogou, Google translate, cnki.net, wanfangdata.com.cn, dan haoyun56.
“Intinya kita harus tau, kemana harus mencari. Bicara Cina, kita tidak bisa menggunakan Google, tapi Baidu. Tidak bisa Bahasa Cina, kita bisa pakai Google Translate, teknologi penterjemah yang dulu kaku dan jadi bahan candaan, tapi sekarang tumbuh semakin baik,” paparnya. (jel/hdl)