Jakarta (pilar.id) – Kasus gagal ginjal akut (GGA) kembali terjadi di Indoneia. Kali ini, ada dua kasus baru gagal ginjal akut yang terjadi di DKI Jakarta.
Dimana, satu diantara dua anak-anak yang jadi korban gagal ginjal akut tersebu telah dinyatakan meninggal dunia pada Rabu (1/2/2023) lalu.
Kemunculan kembali kasus gagal ginjal akut di DKI Jakarta ini, dinilai tidak masuk akal oleh anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo. Sebab, beberapa waktu lalu, kasus gagal ginjal akut ini sudah berhasil dihentikan total penyebarannya.
Namun, gagal ginjal akut yang telah menewaskan ratusan anak-anak di seluruh Indonesia ini kembali muncul.
“Kasus ini sangat tidak masuk akal. Kenapa ? Karena beberapa waktu lalu, pemerintah sudah menghentikan peredaran semua obat sirup yang dicurigai sebagai penyebab GGA,” kata Handoyo, di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Handoyo menilai, terulangnya kasus GGA ini sesuatu yang janggal. Pasalnya, pemerintah sebelumnya telah melakukan pencegahan, dan menghentikan penyakit yang merenggut nyawa sekitar 200 anak itu.
Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sudah merilis perusahaan yang dilarang mengedarkan produk-produknya, termasuk juga merilis obat-obat yang diizinkan penggunaannya. “Bahkan tersangka pun sudah ada. Lalu mengapa kasus GGA ini muncul lagi?” sambung Handoyo.
Handoyo menyampaikan dua asumsi mengapa kasus GGA muncul kembali. Pertama, kemungkinan kasus baru yang terjadi di DKI Jakarta diakibatkan oleh obat lama yang sebenarnya sudah ditarik izin edarnya. Obat-obat tersebut diduga masih ada yang beredar di masyarakat.
“Kalau kasus baru muncul akibat obat yang semestinya sudah ditarik dari peredaran, masih masuk akal. Karena pemusnahan obat-obat yang dicurigai penyebab timbulnya penyakit gagal ginjal akut pada anak itu belum tuntas. Artinya belum semuanya menghilang dari peredaran,” katanya.
Kemungkinan kedua, obat yang diizinkan ternyata belum aman sepenuhnya. Handoyo khawatir, obat-obatan yang dinyatakan aman tersebut malah justru tercemar Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) sebagai penyebab kasus GGA merebak di Indonesia.
“Kalau yang dinyatakan aman ternyata tidak aman, waduh, ini sungguh sangat mengkhawatirkan,” kata dia.
Karena itu, ia meminta BPOM segera melakukan investigasi. Selain itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga harus bekerja keras mengusut munculnya kasus GGA baru ini.
“Saya ingin menekankan, kalau BPOM menyatakan obat tertentu sudah aman ternyata muncul kasus baru, lalu siapa yang percaya yang disebut BPOM itu aman. Janganlah sampai obat yang dinyatakan aman itu mengandung zat yang berbahaya,” kata Handoyo.
Handoyo mempertanyakan, obat-obat yang dinyatakan aman tersebut sudah dicek satu persatu atau belum. Ia juga mempertanyakan, terkait uji sampling dan uji lab seluruh obat sirup cair yang mengandung senyawa kimia pelarut obat etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).
“Artinya, saya mau mengatakan kita tidak bisa menyerahkan sepenuhnya kepada produsen untuk melakukan pengujian di laboratorium sendiri. Fungsi pengawasan harus lebih ditingkatkan. Jangan sampai bocor,” tegas Handoyo.
Politikus PDI Perjuangan itu juga meminta, pihak kepolisian untuk melakukan langkah hukum yang semestinya harus dilakukan. Menurutnya, penanganan kasus ini sangat penting karena menyangkut masa depan anak-anak bangsa.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melaporkan satu kasus konfirmasi gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) dan satu kasus suspek.
Satu Kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun, mengalami demam pada tanggal 25 Januari 2023, dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
Pada tanggal 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria) kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta untuk mendapatkan pemeriksaan.
Kemudian, pada 1 Februari 2023, pasien dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun, 3 jam setelah di RSCM atau tepatnya pada pukul 23.00 WIB, pasien dinyatakan meninggal dunia. (ach/fat)