Jakarta (pilar.id) – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah melakukan pemeriksaan terhadap 13 orang saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat, termasuk on/off ramp di Simpang Susun Cikunir dan Karawang Barat.
Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, mengungkapkan bahwa ke-13 saksi yang sedang diperiksa termasuk FA, yang merupakan Bagian Logistik Japek II Elevated, HP sebagai Direktur Keuangan JJC, TG sebagai Kepala Bagian Keuangan Divisi 5 di PT Waskita Karya (persero) Tbk, dan M sebagai Quality Surveyor Officer Divisi Infrastruktur 2 di PT Waskita Karya (persero) Tbk.
Selain itu, ada juga saksi MBP yang menjabat sebagai Staf Adkon Japek Elevated, AK sebagai Quality Surveyor Officer Japek II Elevated, DP yang merupakan Mantan Direktur Utama PT Waskita Modern Realti, dan SK yang bertugas sebagai PJ Contract & Claim Management Manager.
Dalam rangka memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut, pemeriksaan terhadap saksi-saksi dilakukan.
Kejagung telah menetapkan IBN, seorang pensiunan BUMN PT Waskita Karya (persero), sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Ketut Sumedana menyatakan bahwa tersangka IBN dengan sengaja menghalangi atau merintangi penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Untuk mempercepat proses penyidikan, IBN ditahan selama 20 hari, mulai dari 15 Mei 2023 hingga 3 Juni 2023, di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Dalam kasus ini, IBN diduga melakukan upaya mempengaruhi dan mengarahkan para saksi untuk memberikan keterangan yang tidak benar.
Tersangka juga enggan memberikan dokumen yang diminta oleh penyidik dan menghilangkan barang bukti, yang menyebabkan terhambatnya proses penyidikan untuk menemukan alat bukti terkait kasus tersebut.
Tersangka IBN dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini berawal dari dugaan adanya pelanggaran hukum dalam proses pengadaan proyek dengan nilai kontrak sebesar Rp13.530.786.800.000, yang diduga melibatkan praktik kolusi dalam pengaturan pemenang lelang yang menguntungkan pihak tertentu. (usm/hdl)