Jakarta (pilar.id) – Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang memeriksa tiga saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated, khususnya pada ruas Cikunir-Karawang Barat, termasuk on/off ramp di Simpang Susun Cikunir dan Karawang Barat.
Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, mengungkapkan bahwa ketiga saksi yang sedang diperiksa adalah W, yang menjabat sebagai Cashier Divisi 5 di PT Waskita Karya (persero) Tbk, DD, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek pada tahun 2016-2020, dan S, yang menjabat sebagai Team Leader Konsultan PMI di PT Aria Jasa Reksatama.
“Pemeriksaan ketiga saksi ini terkait dengan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated, khususnya pada ruas Cikunir-Karawang Barat, termasuk on/off ramp di Simpang Susun Cikunir dan Karawang Barat,” kata Sumedana, Selasa (6/6/2023).
Pemeriksaan terhadap saksi dilakukan untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan IBN, seorang pensiunan BUMN PT Waskita Karya (persero), sebagai tersangka.
Sumedana menjelaskan bahwa tersangka IBN dengan sengaja menghalangi atau merintangi secara langsung maupun tidak langsung terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Untuk mempercepat proses penyidikan, tersangka IBN ditahan selama 20 hari sejak 15 Mei 2023 hingga 3 Juni 2023 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Dalam kasus ini, tersangka IBN diduga melakukan tindakan memengaruhi dan mengarahkan para saksi untuk memberikan keterangan yang tidak benar.
Selain itu, tersangka juga tidak memberikan dokumen yang diminta oleh penyidik dan menghilangkan barang bukti.
Hal ini menghambat proses penyidikan dalam menemukan alat bukti dalam kasus tersebut.
Akibat perbuatannya, tersangka IBN dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula dari dugaan pelanggaran dalam proses pengadaan proyek dengan nilai kontrak sebesar Rp13.530.786.800.000, di mana diduga terjadi kolusi dalam pengaturan pemenang lelang yang menguntungkan pihak tertentu. (hdl)