Jakarata (pilar.id) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali marah-marah. Kali ini, terkait tingginya barang impor yang digunakan oleh kementerian dan lembaga (K/L) negara.
Dengan tegas Jokowi mengatakan bahwa kementerian dan lembaga (K/L) harus menggunakan atau membeli produk dalam negeri terkait pengadaan barang dan jasa. Sehingga, kebiasaan untuk membeli barang impor bisa diakhiri.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, dari dulu masalahnya sama dan tidak ada perbaikan yang signifikan soal pengadaan barang dan jasa. Standarisasi barang lebih cenderung mendukung produk impor.
“Alasannya klasik, produsen lokal apalagi UMKM dianggap tidak memiliki kualitas yang sesuai kriteria. Padahal harusnya ada pendampingan dan bantuan kepada pelaku usaha lokal untuk memenuhi standarisasi tadi,” kata Bhima, Jumat (25/3/2022).
Kemudian peraturan soal serapan minimum produk UMKM dalam pengadaan barang kan ada, tapi tidak berjalan. Dalam data yang diperoleh dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), porsi nilai transaksi UMKM dalam pengadaan Rencana Umum Pengadaan tahun 2021 hanya 33,6 persen.
Untuk pengembangan produk yang masuk e-catalogue hanya sebesar 46.903 pada tahun 2021 dari target 70.000 produk. Sejauh ini karena aturan belum tegas implementasi nya, munculah pemburu rente di bidang pengadaan barang jasa.
Pemburu rente ini kongkalikong dengan importir agar barang lokal kalah dalam proses seleksi,” tegasnya.
Bhima pesimis, marah-marahnya Jokowi dalam pidato pengarahan menteri dan kepala daerah soal prioritas menggunakan barang lokal akan sia-sia jika tidak ditindaklanjuti secara teknis.
“Iya (percuma Jokowi marah-marah), kalau tidak ada follow-up teknis,” pungkas Bhima. (her/fat)