Jakarta (pilar.id) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendesak aparat penegak hukum untuk mengambil langkah hukum terkait dugaan pemerkosaan terhadap seorang remaja perempuan berusia 17 tahun di Gowa, Sulawesi Selatan.
“Kasus ini tidak boleh diselesaikan di luar sistem peradilan. Proses hukum harus berjalan, mengingat pelaku diduga terlibat dalam tindak pidana kekerasan seksual terhadap seorang anak,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, saat dihubungi di Jakarta pada Kamis (9/11/2023).
Nahar menambahkan, “Jika terbukti bahwa pelaku melakukan persetubuhan terhadap seorang anak, sesuai dengan Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, mereka akan menghadapi sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, serta mungkin akan dikenai pemberatan dan pidana tambahan.”
Tidak hanya itu, tindakan apapun yang dengan sengaja menghambat proses penegakan hukum, baik langsung maupun tidak langsung, dapat dikenai hukuman penjara hingga lima tahun, sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sebelumnya, pada Minggu (29/10), seorang remaja perempuan berusia 17 tahun diduga menjadi korban pemerkosaan yang melibatkan petugas kepolisian (banpol) di Gowa, Sulawesi Selatan.
Kejadian ini bermula ketika korban dan dua sepupunya dihentikan dalam razia polisi karena mengendarai sepeda motor berboncengan. Mereka dibawa ke kantor polisi menggunakan mobil patroli, dengan pelaku pemerkosaan diketahui berada di dalam kendaraan tersebut.
Nahar menjelaskan, “Selama dalam perjalanan ke kantor polisi, korban telah mengalami pelecehan seksual, dan ketika tiba di pos polisi, dia diduga menjadi korban pemerkosaan.”
Pasca-kejadian, korban mengalami sakit dada, yang diduga sebagai akibat dari tindakan kekerasan seksual, dan dia menjalani operasi tumor payudara. Selain itu, korban juga mengalami dampak psikologis serius setelah insiden pemerkosaan, yang membuatnya malu dan enggan melanjutkan pendidikan. (ang/ted)