Manado (pilar.id) – Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara resmi telah disahkan pada April 2022 tahun ini. Undang-undang ini diharapkan bisa menjadi bisa jadi solusi untuk melindungi parampuan dan anak-anak dari tindak kekerasan dan pelecehan seksual.
Namun, hingga saat ini, atau tujuh bulan sejak pengesahan undang-undang tersebut, penerapan UU TPKS di Indonesia masih belum diterapkan secara maksimal. Apalagi, kasus kekerasan seksual di Indonesia belakangan terus mengalami peningkatan.
Untuk itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga berusaha untuk menggencarkan sosialisasi UU TPKS ke masyarakat.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka memperkuat kesadaran masyarakat terhadap UU TPKS dan mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak.
“Ini tugas kita bersama kalau tidak mau UU TPKS yang melalui proses panjang, perjuangan yang panjang kita lakukan, hanya menjadi dokumen semata,” kata Menteri Bintang dalam Kegiatan Tindak Lanjut Penanganan AMPK di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (18/11/2022).
Bintang menuturkan setelah kehadiran UU TPKS yang disahkan di Gedung DPR RI pada Selasa (12/4/2022) itu, satu per satu laporan masih terus berdatangan. Tren pelaporan sebelumnya juga sudah menunjukkan peningkatan sejak tahun 2020-2022.
Dari banyaknya laporan, kasus kekerasan seksual yang paling sering ditemukan, sehingga ia menduga jika kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es, yakni lebih banyak kasus yang terjadi, namun tidak terungkap pada publik.
Menurutnya, dengan menggaungkan UU TPKS lebih keras pada masyarakat, aturan tersebut dapat membuat banyak korban bersuara lebih lantang dan menyelamatkan sesama. UU TPKS juga dapat melindungi masyarakat dari isu kekerasan seksual yang sedang ramai dibicarakan di media sosial.
UU TPKS dirasa sebagai undang-undang yang komprehensif untuk memberikan kepentingan terbaik pada para korban. Tidak hanya dalam mencegah, penanganan, namun juga pemberdayaan yang dapat memperlihatkan faktor penyebab dari isu-isu yang bersangkutan.
“Hulunya adalah untuk kita menjawab isu-isu lainnya. Apakah itu pengasuhan, kekerasan, pekerjaan dan perkawinan anak, meski umumnya hulunya adalah faktor ekonomi,” katanya.
Oleh karenanya, bersama KPPPA, ia berharap semua kementerian/lembaga, termasuk Aparat Penegak Hukum (APH) dan pemerintah daerah dapat serempak mensosialisasikan UU TPKS pada masyarakat.
Bintang berharap Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang berada di bawah naungan KPPPA dan pemerintah daerah dapat bekerja sama untuk memberikan pendampingan yang terbaik pada korban. UPTD harus terus didorong sesuai mandat undang-undang guna memberikan keadilan kepada korban dan efek jera kepada pelaku.
“Itu menjadi tugas bagi kami di kementerian untuk lebih giat mensosialisasikan ini. Di tengah maraknya kasus, banyak kasus yang tidak diselesaikan secara tuntas dimana kehadiran UU TPKS ini?,” tanyanya.
Sebab, masalah kemanusiaan tidak boleh diabaikan dan harus segera ditangani bersama institusi yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menangani setiap kasus yang sudah dengan berani dilaporkan oleh korban.
“Ini juga menjadi sorotan media dan netizen juga, kepada kita semuanya bagaimana setiap kasus ini betul-betul bisa kita tangani dengan cepat. Tidak saja dengan cepat, tapi juga harus tuntas,” katanya. (fat)