Surabaya (pilar.id) – Semua bermula dari ketertarikan pada Suku Badui, baik Suku Badui Dalam dan Suku Badui Luar. Dari ketertarikan ini, mahasiswa Desain Fashion and Textile (DFT), Petra Christian University (PCU), Clarissa Wirogo mengangkat unsur warna busana Suku Badui dalam karya desain bajunya dalam acara Modest Young Designer Competition (MYDC) di Muslim Fashion Festival plus (MUFFEST+) 2023.
Berbekal ini pula, Clarissa kemudian berhasil menyabet Juara 1 dengan mengalahkan 500 peserta lainnya di acara yang didukung Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KEMENKOPUKM) ini dan berkesempatan tampil di pameran dagang & Fashion Show di Hongkong pada April 2023.
Kepada pilar.id, ia menyampaikan jika dirinya tak menyangka bisa menjadi juara pertama dengan 4 desain baju yang dibawanya tersebut di gedung Q, PCU, Selasa (14/3/2023)
“Ini lomba pertama kali tingkat nasional dan langsung jadi juara satu. Saya tidak menyangka karena sebelumnya hanya ikut lomba di kampus saja seperti lomba desain batik,” ucap mahasiswa angkatan 2019 ini.
Lebih lanjut, ia menjelaskan prosesnya mengikuti kompetisi tersebut, yang dimulai dengan mengupload karya di bulan Oktober, lalu di akhir Desember dipilih 50 dan menjadi 15 besar dengan mengikuti 3 kali pembinaan
“Saat coaching itu, semula aku buat 6 desain jadi 4 desain. Lalu dikabari lagi dibulan Januari, langsung aku bawa ke tukang jahit, baru di tanggal 8 Maret kemarin acaranya dan aku menang juara 1,” ujarnya.
Dalam karyanya, Clarissa menjelaskan bila dirinya menggunakan kain Wastra Nusantara, seperti tenun Lurik, kain batik jumputan dan batik dooby dengan dominan warna putih dan gelap, serta penambahan ikat kepala pada setiap looknya yang disesuaikan dengan pakaian adat Urang Kanekes.
“Saya ingin memberikan tampilan yang maskulin dan modern, yang mencerminkan sosok wanita Indonesia yang berani, modern dan tentu saja modis. Namun tidak melupakan nilai-nilai kearifan lokal yang ada disekitarnya,” jelas mahasiswa semester 8 ini.
Selain itu, Clarissa juga mengatakan beberapa kali mengalami kendala, seperti sifat kain yang dipakai berbeda dengan desain yang dibuat, lalu kemiringan jahitan baju yang tak sesuai dengan desain dan hal lainnya.
“Bahkan punya ku sampai coaching ketiga pada 27 Februari 2023 lalu masih ada perubahan, seperti sabuk saya waktu itu perlu ditambahi bahan agar tampak kaku. Saya sempet ragu dan takut,” ungkap mahasiswi berkaca mata itu.
Meski begitu dirinya tak pantang menyerah dan berharap dari desain yang dirancangnya tersebut bisa diterima oleh kalangan mana pun.
“Aku berharap rancangan ku ini yang banyak pakai anak mudanya, agar mereka bangga memakai kain-kain tradisional dan dapat melestarikan kain tradisional asli Indonesia,” tutupnya. (jel/hdl)