Yogyakarta (pilar.id) – Gelombang demonstrasi penolakan pengesahan UU Cipta Kerja terus berlangsung di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satunya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ratusan mahasiswa yang tergabung Aliansi Yogyakarta Menggugat (AYM) kembali menggeruduk DPRD DIY dengan tajuk Aksi Jilid II, Kamis (13/4/2023) sore.
Hasilnya, tuntutan penolakan UU Cipta Kerja dari Aliansi Yogyakarta Menggugat ditandatangani oleh Ketua DPRD DIY, Nuryadi.
Dalam aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja di depan Gedung DPRD DIY tersebut, para demonstran melakukan beragam aksi penolakan termasuk melakukan orasi.
Dalam aksinya, para demonstran membawa sejumlah tuntutan yakni mencabut pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menolak penundaan Pemilu 2024, menggratiskan dan menolak kapitalisasi serta komersialisasi pendidikan di DIY.
Koordinator Aksi Forum BEM DIY, Abdullah Ariansyah dalam tuntutannya menyebut permasalahan yang muncul karena ketidakmampuan pemerintah, mulai dari pengesahan Perppu Cipta Kerja yang berat pada kepentingan oligarki, juga isu penundaan pemilu yang mencederai konstitusi.
Selain itu, sebagai Kota Pelajar dengan anggaran APBN dan dana keistimewaan (danais), seharusnya mengadakan pendidikan gratis. Namun yang terjadi, pendidikan mahal akibat maraknya kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan di samping upah minimum regional (UMR) yang relatif rendah.
“Berbagai permasalahan yang dibiarkan dilupakan oeh penguasa akan menciptakan kerugian terhadap masalah rakyat. Segala kebijakan harus demi kepentingan dan kebutuhan rakyat bukan untuk oligarki,” paparnya.
Dengan demikian, pihaknya meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) DIY untuk mencabut tuntutan tersebut. Setelah menggelar orasi, massa ditemui oleh Ketua DPRD DIY untuk menyampaikan sekaligus penandatangan tuntutan.
“Jangan sampai sebatas tanda tangan detik ini lalu selesai, kami akan mengawal. Kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Sementara, Ketua DPRD DIY, Nuryadi mengatakan tiga tuntutan tersebut memuat dua isu nasional dan satu isu daerah tersebut, akan diteruskan ke pemerintah pusat. Sedangkan, satu isu daerah akan dibahas bersama di dewan.
“Kita bisa kirim ke pos (tanda tangan penolakan) untuk pemerintah pusat, kami akan terbuka semua. Kemudian, isu lokal (daerah) akan dikomunikasikan dengan eksekutif, akan kami perjuangkan,” ucap Nuryadi. (riz/fat)