Jakarta (pilar.id) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengecam keras terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah. Politisi PKS ini menyayangkan aturan tersebut yang dianggap tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang mengedepankan budi pekerti luhur dan norma agama.
“(Aturan ini) tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” tegas Abdul Fikri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (4/8/2024).
Abdul Fikri berpendapat bahwa penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah dapat diartikan sebagai pembolehan budaya seks bebas di kalangan pelajar. “Alih-alih menyosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada remaja, malah menyediakan alatnya. Ini nalarnya di mana?” ujarnya.
Ia menekankan bahwa semangat dan amanat pendidikan nasional adalah menjunjung budi pekerti yang luhur dan dilandasi norma-norma agama yang telah diprakarsai oleh para pendiri bangsa. “Salah langkah kalau kita malah mengkhianati tujuan besar pendidikan nasional yang sudah kita cita-citakan bersama,” ujar mantan kepala sekolah di salah satu SMK di Tegal ini.
Abdul Fikri justru menekankan pentingnya pendampingan (konseling) bagi siswa dan remaja, khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi melalui pendekatan norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di Nusantara. “Tradisi yang telah diajarkan secara turun temurun oleh para orangtua kita adalah bagaimana mematuhi perintah agama dalam menjaga hubungan dengan lawan jenis, dan risiko penyakit menular yang menyertainya,” tuturnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah meneken PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Aturan ini mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Aturan tersebut ditandatangani Presiden Jokowi pada Jumat pekan lalu, 26 Juli 2024. Dalam Pasal 103 ayat (1) beleid tersebut menyebutkan, upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Selanjutnya, ayat (4) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. (mad/hdl)