Jakarta (pilar.id) – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai, keputusan pemerintah untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng telah mengorbankan petani kelapa sawit di daerah.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET) dan kemudian memberikan subsidi kepada pelaku usaha yang memproduksi minyak curah. Namun, sumber dana untuk subsidi minyak curah tersebut bersumber dari dana sawit dengan jalan menaikkan pungutan dana sawit.
Sebelumnya melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), pemerintah telah manaikan pungutan dana sawit secara progresif.
Jika harga CPO makin tinggi maka pungutan makin besar. Dalam kebijakan terbaru, pungutan yang tertinggi adalah jika harga CPO berada di atas US$1500 dengan pungutan sebesar US$ 375 per ton.
Sekjen SPKS, Mansuetus Darto, menilai perubahan keputusan pemerintah untuk menaikan pungutan dana sawit adalah kekeliruan pemerintah yang terus berulang. Karena selama ini, sudah banyak petani yang bersuara akibat harga TBS tergerus akibat pungutan dana sawit. Masalah kelangkaan minyak goreng, petani sawit jadi korban.
“Karena itu, masalah ini bisa diatasi jika program B30 dikurangi menjadi B20. Ini adalah solusi untuk masalah bahan baku, karena bahan baku habis disedot untuk program biodiesel. Selain itu, program peremajaan sawit harus dimudahkan, agar peningkatan produktivitas petani lebih baik,” kata Darto, Senin (21/3/2022).
Selama ini, terlalu birokratis dan menyulitkan petani sawit untuk mengakses dana peremajaan sawit. Ia melihat, ada strategi dibelakang layar oleh pelaku usaha besar untuk membuka lahan baru secara luas demi mengatasi masalah minyak goreng.
“Kenapa pungutan dana sawit merugikan petani sawit? Karena harga CPO itu menjadi acuan penentuan atau penghitungan harga tandan buah segar (TBS) yang dilakukan oleh dinas perkebunan di Indonesia. Jika pungutan CPO tinggi maka harga CPO yang menjadi acuan penentuan harga TBS petani tadi akan ikut turun. Dengan kenaikan pungutan dana sawit terbaru melalui PMK 23/PMK.05/2022 ini kami perkirakan pengurangan harga TBS di tingkat petani kelapa sawit sekitar Rp600-700 per kg TBS,” paparnya.
Darto pun meminta agar pungutan dana sawit terbaru ini dibatalkan. Kalau sekarang ini kebutuhan dana untuk subsidi biodiesel B30 sangat besar, maka langkah yang seharunya diambil oleh pemerintah dengan menurunkan target program biodiesel yang saat ini B30 menjadi B20. Jika diturunkan menjadi B20, maka dana sawit akan surplus.
Selain bahan baku akan tersedia karena diturunkan menjadi B20, dana sawit yang surplus tadi bisa digunakan untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng. Menyingung dana yang tersisa di BPDPKS itu pungutan dari tahun 2015–2021 sekitar Rp138 triliun, masih ada sisa sekitar Rp22 triliun.
“Artinya, untuk kepentingan program yang berhubungan dengan petani sawit seperti program PSR masih tersedia dananya,” pungkas Darto. (her/fat)