Jakarta (pilar.id) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers memberikan masukan perubahan terhadap perpanjangan MoU atau Nota Kesepahaman No: 02/DP/MoU/II/2017 tentang Koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan yang akan berakhir pada 9 Februari 2022 mendatang.
Dijelaskan, usulan masukan perubahan ini merupakan peran aktif yang dilakukan oleh masyarakat sipil dalam mengawal kebebasan pers, yang dimana masih banyak catatan atas penerapan MOU Dewan Pers – Polri selama kurang lebih 4 tahun ini.
Sepanjang MoU ini berlaku, masih banyak kasus yang berkaitan dengan kriminalisasi atas hadirnya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dialami oleh Jurnalis dalam melakukan kerja jurnalistiknya.
Bahkan, beberapa Jurnalis sempat dijerat dengan pasal-pasal karet salah satunya UU ITE, padahal sudah dinilai oleh Dewan Pers, tetapi lolos hingga masuk ke pengadilan hingga dipidana.
Dalam keterangannya, LBH Pers menyebut beberapa poin masukan yang diberikan.
Judul dan maksud tujuan MoU
Pada poin ini LBH Pers menekankan aspek perlindungan hukum kepada wartawan yang sedang menjalankan kerja jurnalistiknya. Sedangkan MoU yang saat ini menekankan kepada penegakan hukum penyalahgunaan profesi wartawan.
MoU diharapkan bertujuan memperkuat koordinasi dan peran antara Dewan Pers – Polri dalam mewujudkan kemerdekaan pers yang profesional dan memastikan tersedianya perlindungan hukum bagi profesi wartawan melalui penegakan hukum.
Poin pertama ini mendeskripsikan dua hal penting yaitu memastikan perlindungan pers yang profesional dan perlindungan hukum.
Ruang Lingkup MoU
Pada bagian ruang lingkup LBH Pers memperluas bagian yang saat ini hanya berfokus pada kasus-kasus pemberitaan yang dilaporkan ke polisi.
Untuk itu diusulkan perubahan dengan menambahkan bagian tentang Koordinasi di bidang perlindungan wartawan hukum seseorang yang berakibat menghambat atau memghalangi yang bersangkutan dalam menjalankan hak-haknya sebagai pers.
Dalam ruang lingkup ini, LBH Pers juga mendorong agar MoU ini bisa difungsikan untuk kasus-kasus wartawan sebagai korban kekerasan dan mendapatkan akses keadilan cepat saat korban melaporkan kasusnya kepada pihak kepolisian.
Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia
Sebagaimana yang terjadi di lapangan, kerap kali MoU ini tidak tersampaikan di beberapa kepolisian di daerah maupun di level paling bawah.
Sehingga, masih belum adanya pemahaman yang holistic yang dilakukan kepolisian dalam melakukan prosedur pengaduan yang berkaitan dengan sengketa pers maupun wartawan sebagai pelapor.
Bahkan, kasus-kasus yang berkaitan dengan produk jurnalistik dalam beberapa kasus melanjutkan proses hukumnya hingga hingga ke pengadilan.
Selain itu, pasal-pasal yang berkaitan dengan tindak pidana penghalang-halangan kerja jurnalistik juga tidak diproses di Kepolisian hingga ke Pengadilan.
Maka dari itu, masukan dari masyarakat sipil mengenai kapasitas Sumber Daya Manusia, meminta kedua belah pihak yakni Dewan Pers – Polri untuk turut aktif dalam menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia mengenai pemahaman proses penegakan hukum profesi wartawan.
Berdasarkan poin-poin dan pertimbangan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum Pers berharap kepada Dewan Pers dan Polri untuk mempertimbangkan masukan perubahan Nota Kesepahaman Dewan Pers – Polri yang dibuat oleh masyarakat sipil ini menjadi bahan diskusi untuk perpanjangan ke depannya. (usm/hdl)