Sorong (pilar.id) – Percayalah, jika ada perempuan kuat, maka kisah mama-mama Papua untuk mengakses air adalah jawabannya. Mereka, setidaknya memenuhi drum 400 liter per hari dengan air keruh Sungai Klasafet. Karena air bersih untuk MCK, sudah lama absen dari kosa kata mereka.
Jika dihitung sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka 76 tahun NKRI berdiri, dan mereka belum memiliki kedaulatan terhadap air bersih.
Perempuan Papua Barat, khususnya di Dusun Maladuk, Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat menghabiskan separuh harinya untuk bergelut dengan air. Hampir semua kegiatan rumah tangga yang berurusan dengan air dilakukan oleh perempuan.
Sedangkan laki-laki untuk mengakses air terkait dengan kegiatan rumah tangga hanya sebatas untuk kepentingan dirinya, yaitu mandi. Perempuan memasak, membersihkan rumah, mencuci baju sekeluarga, dan banyak aktivitas lainnya terkait air.
Sementara, sumber air tak berbayar di dusun ini hanya ada dua yaitu Sungai Klasafet yang memberikan air keruh berwarna coklat dan air hujan. Sungai Klasafet, menurut ingatan para perempuan Maladuk yang usianya rata-rata di bawah 70 tahun, sudah coklat sejak mereka lahir.
“Saya lahir di Sorong, tapi lahir dan besar di Klamono. Kami pakai air Sungai Klasafet untuk mandi dan cuci. Untuk minum pakai air hujan. Kalau kemarau, kami beli air untuk minum,” kata Silviana Kondologit, 55 tahun, Kepala Kampung Maladuk atau akrab disapa Ibu Kampung.
Menampung air hujan pun punya keterbatasan tempat. Tak semua rumah memiliki drum yang cukup untuk mengisi cadangan air selama musim hujan yang kelak akan dipakai pada saat musim kemarau. Rata-rata satu rumah hanya memiliki 3 hingga 5 drum bekas minyak dengan volume 200 liter/drum. Beberapa rumah punya tandon air dengan kapasitas 1.100 liter, tapi tak banyak keluarga yang memiliki kemewahan ini.
“Kalau tampung air hujan tak mencukupi untuk kebutuhan air bersih. Kami beli air galon. Kalau di Klamono, Rp 10 ribu per galon,” kata Silviana.
Menurut survei yang dilakukan Pertamina EP Papua Field tahun 2021, masyarakat mengeluarkan Rp 3,24 juta per kepala keluarga (KK) per tahun untuk membeli air bersih dalam galon. Air bersih yang hanya digunakan untuk minum dan memasak. Sedangkan untuk sumur gali, airnya berwarna hitam.
Masyarakat yang punya tenaga untuk mengangkut air lebih lebih suka mencukupi kebutuhan air dari Sungai Klasafet. Di distrik ini, tidak ada kebiasaan MCK langsung ke sungai kecuali anak-anak yang suka mandi dan berenang di sungai. Para perempuan mengangkut air untuk memenuhi tandon air yang ada di rumah masing-masing.
“Kalau yang punya uang, bisa pasang pompa di pinggir sungai lalu air sungai disalurkan ke drum. Tapi kebanyakan tidak punya pompa, jadi menimba air kalau sungai pasang lalu diangkut ke rumah,” jelas Silviana.
Para perempuan, kadang dibantu anak-anak, mengangkut air sebanyak 400 liter per hari untuk keluarga yang terdiri dari 5 orang/KK. Jika anggota keluarganya lebih, maka kebutuhan air akan lebih banyak. Jarak angkut minimal 50m, bisa lebih jauh tergantung jarak rumah dengan sungai.
Mereka mengangkut air dengan menggunakan ember bekas cat. Jadi para perempuan itu mengangkut setidaknya 50 kilogram kanan kiri. Para laki-laki kebanyakan mengangkut air ke rumah hanya untuk mandi mereka sendiri, pemenuhan tandon air lebih banyak dilakukan oleh perempuan.
Tahun 1998, sebagian keluarga di Distrik Klamono mulai mendapatkan akses air bersih jika ada salah satu anggota keluarga yang bekerja di Pertamina. Selebihnya, masyarakat tetap tidak mendapatkan akses ini. “Mereka (keluarga lain) menerima tidak dapat air bersih, karena tahu tidak bekerja di perusahaan,” jawab Silviana.
Sampai kemudian pada tahun 2018, Peri Berdaya (Program Peningkatan Sarana Air Bersih Berbasis Pemberdayaan Masyarakat) Pertamina EP Papua Field mulai diimplementasikan.
Program ini berupa pembuatan instalasi filterisasi air dari Sungai Klasafet. Pada saat itu hanya menjangkau beberapa keluarga saja. Pelaksanaan program periode 2018-2019 masih menggunakan sumur galian dan biosand water filter skala rumahan sehingga tak semua keluarga termasuk keluarga Silviana belum mendapatkan akses ini.
“Inovasi kami, ahun tahun 2020-2021 Papua Field berinovasi dengan mengubah alat filter (Redesign System) menjadi biosand water filter komunal,” kata Hariyanto, Communication, Relation & Community Involved Development Zona 14, Pertamina Papua Field.
Medianya pun media filter ramah lingkungan seperti manganese, karbon aktif dari arang, pasir halus dan batu kerikil. Hasilnya, air Sungai Klasafet yang tadinya berwarna keruh dengan pH diatas 9 menjadi air jernih dengan kadar pH 8,4 sehingga layak untuk di pakai kebutuhan MCK (mandi cuci kakus) oleh masyarakat sebanyak 1770 KK di Distrik Klamono dan Distrik Klasafet, salah satunya Kampung Maladuk.
Menurut Silviana, Kampung Maladuk terdiri dari 40KK, 165 jiwa sudah bisa menikmati air bersih dari Peri Berdaya dengan biosand water filter komunal. Instalasi yang mengeluarkan air bersih sebanyak 45liter/menit mampu mengelola air baku dari Sungai Klasafet sebanyak 59 ribu liter per hari.
“Tahun 2019, perusahaan mulai menyediakan air bersih ini. Kita harus bersukur lewat bantuan ini kita bisa menikmati untuk mandi cuci,” ujar Silviana.
Dengan adanya air bersih ini, Silviana sebagai Kepala Kampung memiliki harapan untuk peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat Kampung Maladuk khususnya. Air bersih bisa memberikan dampak lain, harapannya akan ada usaha produktif yang bisa dihasilkan.
“Mama-mama tidak lagi harus mengangkut air. Mama-mama bisa mengerjakan hal lain,” harap Silviana. Ada banyak cita-cita yang ingin dilakukan Silviana untuk meningkatkan ekonomi warganya, khususnya yang bisa dilakukan oleh perempuan.
Misalnya membuat noken dan menganyam tikar. Atau bisa membuat makanan yang bisa dijual karena air bersih sudah tercukupi. Setidaknya, keberadaan air bersih ini bisa menghemat pengeluaran dari Rp Rp 3.240.000/KK/tahun menjadi Rp 600.000,-/KK/tahun. (tik)