Jakarta (pilar.id) – Meski ada yang mengatakan jika virus adalah materi genetik yang tidak bisa dimasukkan dalam kategori makhluk hidup, menurut ahli Virologi sekaligus Direktur Laboratorium KalGen Innolab, Andi Utama, Ph.D, virus termasuk makhluk hidup.
Alasannya, dapat berkembang biak dan memiliki naluri bertahan. Seperti virus Covid-19. Virus sangat bergantung pada inangnya, selain menjadi tempat berkembang biak virus akan selalu berevolusi melalui mutasi.
“Selama virus covid-19 memiliki kesempatan berkembang biak, maka proses mutasi akan terus terjadi. Apalagi, material genetik dari virus ini adalah RNA, di mana mutasi RNA jauh lebih cepat daripada DNA,” ujar Andi dalam keterangannya, Minggu (6/2/2022).
Ia menjelaskan, ada dua jenis mutasi. Di antaranya ada yang menguntungkan si virus dan juga yang merugikannya. Apabila mutasi tersebut tidak menguntungkan, maka virus akan hilang atau mati. Sedangkan omicron adalah contoh hasil mutasi yang berhasil bertahan untuk kepentingan dari virus itu sendiri.
Namun dalam proses pelacakan virus pun juga tidak asal-asalan. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk memahami konsep dasar pengembangan mendeteksi virus karena objeknya.
Yaitu melalui material genetik, di antaranya mencari terlebih dahulu bagian virus yang unik spesifik yang mendekati SARS-CoV-2 dan memilih daerah yang tidak mudah berubah (lestari).
Kecanggihan teknologi bioinformatics saat ini sangat berperan dalam membantu para ahli untuk mendeteksi varian omicron, Karena sudah memiliki software yang mampu menjejerkan ratusan ribu data genom virus dan mencari bagian genom yang lestari.
“Kemampuan PCR ialah mendeteksi bagian-bagian kecil yang spesifik, sedangkan WGC (Whole Genome Sequencing), mengidentifikasi semua genom virus tetapi konsekuensinya perlu waktu lama dan biaya besar. Tapi untuk menentukan jenis varian apa, hasilnya lebih oke. Kalau PCR, hanya mencari bagian lestari dengan bagian tertentu yang dipilih,” kata Andi.
Menurut lulusan Jepang yang pernah melakukan penelitian di Department of Virology 2, National Institute of Infectious Disease itu menekankan, ada dua metode untuk mendeteksi varian omicron.
Pertama, STGF (S-Gene Target Failure), konsepnya mencari Gen S yang tidak bisa dideteksi karena dari awal hanya dibuatkan desain untuk virus original. Namun bisa juga mendeteksi akan adanya kemungkinan varian selain omicron.
Metode kedua ialah SNP (Single Nucleotide Polymorphism) yang langsung menjadikan titik mutasi sebagai target, maka sangat mendekati identifikasi varian omicron. Metode ini telah dilakukan di KalGen Innolab, salah satu anak usaha Kalbe Farma yang bergerak di bidang pemeriksaan diagnostik dan juga bekerja sama dengan Toyota Tsusho Corpotation dan Health Scientific Intitute di Jepang.
“Metode kedua SNP itu disebut juga dengan PCR O+. Hal ini dinilai sudah menyasar atau lebih spesifik karena sudah kami targetkan. Sebagai tambahannya, kami menggunakan tiga gen original, maka memperkecil kemungkinan kekeliruan. Tetapi saya tekankan, kami sepakat bahwa gold standard untuk memastikan semua itu adalah WGS,” jelas Andi
Namun ia menekankan, sebelum memutuskan memakai kit berjenis apa, para ahli mempelajari dulu, melihat datanya, dan mengkonsistensi datanya. Dan hasil yang ditemukan di kit pilihan para ahli itu memiliki data yang sudah dibandingkan dengan WGS dan memperlihatkan hasil data 100 persen, dan cukup konsisten dalam menduga suspek varian virus omicron. (ptr/hdl/antara)