Jakarta (pilar.id) – Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan, mengatakan, maraknya kejadian pelecehan seksual di transportasi publik sudah sangat menakutkan. Situasi ini menunjukan bahwa belum ada efek jera dari para pelaku karena tidak ada penegakan yang tegas dan konsisten oleh aparat keamanan.
“Sudah saatnya pemerintah dan para operator transportasi publik membuat sebuah sistem keamanan agar layanannya aman, nyaman dan bebas dari aksi pelecehan seksual terhadap anak dan dewasa rentan,” kata Tigor dalam keterangannya, Minggu (17/7/2022).
Terbaru adalah pelecehan seksual yang terjadi di kereta commuterline Jabodetabek. Korbannya kali ini adalah seorang siswi SMA dan kejadiannya pada Jumat (16/7/2022). Salah seorang penumpang lain yang berada di lokasi kejadian sempat merekam video setelah kejadian tersebut.
Dalam video yang diunggah menunjukan kondisi kereta sedang dalam keadaan ramai tengah berhenti di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Terekam telah terjadi kehebohan ketika kereta berhenti di Stasiun Pasar Minggu, karena seorang siswi SMA yang berteriak histeris setelah dilecehkan seorang pria.
Video tersebut menyatakan bahwa petugas KRL Jabodetabek berhasil mengamankan pelaku. Selanjutnya pelaku dan korban turun dan diamankan di Stasiun Pasar Minggu. Tetapi penanganan selanjutnya kasus pelecehan tidak ada dalam rekaman video yang viral itu.
Menurut Tigor, pengelola KRL Jabodetabek yakni PT KCI harus membantu korban dengan melaporkan pelaku ke polisi. Dengan adanya informasi publik dan media massa tentang kejadian ini, pihak kepolisian bisa menggunakannya sebagai informasi awal untuk melakukan penyelidikan.
“Langkah polisi bisa meminta keterangan dari petugas stasiun Pasar Minggu yang menangani serta menjadikan video yang viral sebagai bukti awal,” kata dia.
Untuk mencegah terjadinya terus menerus aksi pelecehan seksual di transportasi publik, kata dia, para operator atau pengelola transportasi publik dan kepolisian serta aparat hukum lainnya bekerja sama melakukan perlindungan dan penegakan hukum secara tegas.
“Penegakan diperlukan sebagai langkah pendidikan publik dan efek jera guna mencegah terjadinya kembali dan membangun perlindungan bagi pengguna transportasi publik,” tutupnya. (her/hdl)