Yogyakarta (pilar.id) – Pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) XVIII berlangsung meriah. Penampilan seni tari Tionghoa, liong hingga atraksi barongsai menyapa ratusan penonton yang berada di Kampung Ketandan, kawasan Malioboro, Senin (30/1/2023).
Ketua Panitia PBTY XVIII, Sugiharto Hanjin menyebut acara yang digelar selama tujuh hari ini dimulai pada 30 Januari hingga 5 Februari 2023 dan serangkaian acara akan semakin menyemarakkan gelaran PBTY luring pertama pasca pandemi ini.
“Selama tujuh hari di Kampung Ketandan ada banyak kegiatan, antara lain Ketandan Street Food, panggung utama kesenian dan atraksi naga Barongsai, panggung hiburan musik, pameran karya empat maestro keturunan Tionghoa di Yogyakarta,” urai Sugiharto.
Selain itu, terdapat juga berbagai macam lomba seperti lomba bahasa mandarin, chinese painting, kaligrafi, karaoke mandarin, pertunjukkan wayang potehi, serta Malioboro Imlek Carnival yang diperingati sebagai Cap Go Meh pada Sabtu (4/2/2023) mendatang.
“Dengan tema Bangkit Jogjaku Untuk Indonesia, acara ini diharapkan bisa memberikan kontribusi positif untuk membangkitkan perekonomian menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kami harap, seluruh masyarakat yang telah menanti PBTY bisa menikmati dan mengobati rasa kangen yang ada hati,” jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengatakan budaya Tionghoa merupakan sub kultural dari budaya di nusantara yang mengalami akulturasi dengan budaya lokal dan menghasilkan budaya baru.
“Proses akulturasi ini menghasilkan beragam bahasa, kesenian, makanan dan hasil karya karya unik dan diakui sebagai khas daerah,” ungkapnya saat membuka gelaran PBTY.
Momen ini, lanjutnya dianggap sebagai kultural kehidupan berbangsa serta sebagai wadah yang efektif dalam integrasi dan pembaruan budaya Tionghoa. Sultan juga berharap masyarakat Tionghoa bisa mempertahankan nilai filosofis budaya.
“Terutama dalam proses interaksi dengan masyarakat lainnya yang memiliki keberagaman dalam berbudaya,” imbuhnya.
Di samping itu, tentu event ini juga sebagai ajang untuk dan mendongkrak perekonomian yang berdampak tidak hanya berputar di sekitar kampung Ketandan saja, namun juga dapat menjadi sarana mengurangi kesenjangan ekonomi. (riz/hdl)