Jakarta (pilar.id) – Kasus Covid-19 varian Omicron sudah terdeteksi di dua negara jiran, yaitu Malaysia dan Singapura. Tentu saja kabar tersebut menjadi tanda bahaya buat Indonesia. Banyak analis kesehatan dan epidemiologi memprediksi, hanya menunggu waktu untuk varian omicron sampai ke Tanah Air.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyatakan, secara teoritis mungkin varian omicron sudah masuk ke Indonesia. Hal itu jika melihat dari sifatnya yang lima kali lebih menular dari varian delta.
Meski demikian, Zubairi bilang masyarakat tidak usah panik.
Karena kondisi covid-19 di Indonesia sekarang lagi sangat baik. Kasus perminggu Indonesia sangat rendah, hanya 2.183 kasus baru. Alhasil, risiko penularan virus corona di Indonesia masih sangat rendah.
“Positivity rate kita juga kurang dari 1,5 persen, bahkan di DKI Jakarta hanya 0,4 persen. Jadi tenang, jangan panik,” kata Zubairi saat dihubungi Pilar.id, Sabtu (4/12/2021).
Apalagi, kata dia, terdapat data yang menyatakan bahwa gejala dari infeksi varian omicron relatif tidak seperti varian delta. Varian omicron juga tidak lebih mematikan dibandingkan dengan varian delta.
Di sisi lain, wacana akan potensi adanya gelombang ketiga di Indonesi 1-2 bulan membuat pemerintah melalui sejumlah antisipasi. Dengan demikian, menurut dia, persiapan yang dilakukan pemerintah sudah sangat baik dalam mengahadapi varian omicron.
“Masyarakat baru harus khawatir kalau pasien yang di rawat di rumah sakit (RS) meningkat, jumlah kasus baru naik, dan angka kematian juga naik. Tapi sampai hari ini, hal itu tidak terjadi,” tegasnya.
Sementara itu, epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman juga menanggapi perkembangan varian omicron yang sudah terdeteksi di negara tetangga. Menurut dia, varian omicron di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu.
Bahkan, sangat besar varian omicron sudah ada di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Karena, Indonesia bukan negara yang menutup diri dengan ketat. Hal itu diperkuat dengan aktivitas penerbangan internasional saat ini.
Sebab, surveillance genomic di Indonesia masih rendah, hanya sekira 0,2-0,6 persen per 100 kasus terkonfirmasi. Akibat surveillance genomic yang rendah ini, maka radar Indonesia untuk menemukan varian baru juga ikut lemah.
“Ini artinya masalah waktu saja varian omicron masuk ke Indonesia. Jangan-jangan sebenarnya sudah banyak di masyarakat Indonesia,” kata Dicky.
Namun, menurut Dicky, pesan pentingnya untuk pemerintah adalah melakukan mitigasi dalam bentuk peningkatan kapasitas di pintu masuk, 3T (tracing, testing, dan treatment), dan melalukan percepatan vaksinasi. Bagi masyarakat, harus tetap melakukan 3T ditambah menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.
“Pemerintah juga harus menambah masa karantina bagi WNA atau orang yang masuk ke Indonesia menjadi 14 hari,” ujarnya. (her)