Jakarta (pilar.id) – Sudah terdapat tiga pasien yang terjangkit Hepatitis Akut di Indonesia. Penyakit yang menyerang anak di bawah usia 16 tahun ini begitu mengkhawatirkan orangtua. Lantas bagaimana cara mencegahnya?
Dokter Spesialis Anak Fakultas Kedokteran Universitas RS Cipto Mangunkusumo (FKUI RSCM) Profesor Hanifah Oswari mengatakan, kebanyakan virus menular melalui saluran cerna dan saluran pernafasan.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan orangtua agar si buah hati tidak tertular Hepatitis Akut. Pertama adalah menjaga agar anak tidak terinfeksi virus melalui saluran masuknya virus.
Menghindari penularan dari saluran pernafasan dengan mencuci tangan dengan sabun, terutama saat anak hendak makan dan minum. Untuk menghindari penularan melalui saluran cerna, orangtua wajib memastikan makanan si buah hati matang dan tidak menggunakan alat makan bersama.
Tentunya, orangtua wajib menghindari anak terkena kontak dari orang sakit,” kata Hanifah dalam konferensi pers yang disaksikan secara daring di YouTube Kementerian Kesehatan, Kamis (5/5/2022).
Lalu yang kedua, pencegahanan penyakit Hepatitis Akut yang dapat dilakukan sama seperti halnya pencegahan dari virus corona. Orangtua harus memastikan sang anak menjaga jarak, memakai masker, dan menjauhi kerumunan ketika berada di luar rumah.
Adapun, gejala Hepatitis Akut yaitu diare, mual, muntah, sakit perut, yang kadang diikuti dengan demam ringan. Lalu berlanjut mengarah kepada gejala Hepatitis, yakni anak mengeluarkan buang air kecil seperti teh, buang air besar dengan dengkul pucat, dan mata atau kulit si buah hati berwarna kuning.
Menurut dia, para orangtua harus waspada. Dia berharap orangtua dapat segera membawa anak dengan gejala tersebut ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. Dengan demikian, hal itu memudahkan dokter atau petugas kesehatan untuk memberikan penyelamatan lebih awal.
Hanifah tidak menyarankan orangtua membawa anaknya ke dokter dengan kondisi atau gejala yang sudah berat atau sampai si anak kehilangan kesadaran karena pembekuan darah.
Jangan menunggu gejalanya kuning atau lebih berat. Kita bisa kehilangan momentum menyelamatkan. Kita perlu bersama-sama, bekerja sama antara pelayanan kesehatan baik di puskesmas ataupun di rumah sakit terdekat untuk bisa menemukan gejala dini dan langsung memberikan pertolongan,” kata dia.
Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh WHO, jumlah laporan terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang tidak diketahui etiologinya (zcute hepatitis of unknown aetiology) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya atau 10 persen memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (penyakit kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.
Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium di luar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus dil luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.
Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022.
SE tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, kantor kesehatan pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Hepatitis Akut yang tidak diketahui etiologinya.
Kemenkes meminta dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, kantor kesehatan pelabuhan, laboratorium kesehatan masyarakat dan rumah sakit untuk antara lain memantau dan melaporkan kasus sindrom Penyakit Kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak dan memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.
Kemenkes juga meminta pihak terkait untuk menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi fasilitas layanan Kesehatan terdekat apabila mengalami sindrom penyakit kuning, dan membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor.
Bagi Dinas Kesehatan, KKP, dan Rumah Sakit juga diminta segera memberikan notifikasi/laporan apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut maupun menemukan kasus sesuai definisi operasional kepada Dirjen P2P melalui Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) melalui kontak 0877-7759-1097 atau e-mail: [email protected]. (her/hdl)