Samboja (pilar.id) – Banyak satwa liar di Hutan Kalimantan yang kini mulai menipis jumlah populasinya. Sepereti orang utan, bekantan, serta burung enggang gading. Padahal, burung ini termasuk jenis burung yang sakral dan dihormati oleh masyarakat Kalimantan.
Salah satu penyebab kelangkaan tersebut adalah maraknya tindak perburuan hewan liar yang dilindungi di hutan-hutan Indonesia termasuk hutan di Kalimantan. Menanggapi hal ini, Peneliti Satwa pada Balai Penerapan Standar Instrumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Tri Atmoko meminta aparat melakukan tindakan tegas untuk menjaga satwa tidak punah.
“Penindakan hukum terhadap perburuan satwa dilindungi perlu tegas karena ada beberapa satwa di alam liar endemik Kalimantan yang sekarang sangat langka atau mendekati kepunahan, salah satunya adalah burung enggang gading,” kata Tri Armoko di Samboja, Jumat (25/2/2022).
Penindakan tegas perlu dilakukan untuk mencipta efek jera bagi lainnya, sehingga diharapkan tidak ada lagi orang yang melakukan perburuan terhadap satwa di alam liar, baik itu orang utan, bekantan, dan berbagai jenis burung.
Pemerintah, katanya, dalam upaya menekan angka perburuan satwa dilindungi di Indonesia, telah mengeluarkan aturan berupa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Aturan lainnya adalah dari kementerian terkait, yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P106 tahun 2018 tentang Tumbuhan dan Satwa Liar.
Untuk menjerat pelaku perdagangan satwa liar yang dilindungi, diatur di Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5 /1990 yang masing ayat tersebut saling berkaitan.
Pada Pasal 21 ayat (2) huruf a dan b disebutkan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup maupun mati.
Kemudian pada Pasal 40 ayat (2) disebutkan, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
“Kalau banyak pelaku pelanggar hukum mendapat sanksi maksimal, tentu dampaknya banyak pelaku yang jera sehingga satwa dilindungi tidak terancam punah seperti sekarang, contoh Burung Rangkong atau Burung Enggang, spesies enggang gading,” katanya.
Ia melanjutkan, Burung Rangkong yang juga dikenal burung paruh besar, di Indonesia ada 13 spesies, 8 spesies diantaranya ada di Pulau Kalimantan.
Dari delapan spesies ini, lanjutnya, satu di antaranya adalah enggang gading yang saat ini sangat sulit terlihat meski di hutan perawan, akibat dari banyaknya perburuan burung tersebut yang paruhnya diperdagangkan secara ilegal.
“Pelaku perburuan burung paruh besar ini sudah banyak yang tertangkap petugas, bahkan ada ribuan cula enggang gading yang disita. Saya juga minta warga menghentikan perburuan karena enggang termasuk burung sakral bagi warga Kalimantan,” ujar Tri. (fat/antara)