Jakarta (pilar.id) – Kabar mengenai akan adanya kenaikan harga mie instan hingga tiga kali lilpat, mendapat bantahan dari produsen makanan cepat saji yang jadi idola masyarakat Indonesia tersebut.
Salah satu bantahan, datang dari Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Franciscus Welirang. Menurutnya, perang Ukraina dan Rusia memang memiliki dampak pada ketersediaan dan harga gandum dunia.
Sebab, keduanya merupakan negara pengekspor gandum tersebesar hingga saat ini. Namun, kondisi tersebut tidak akan serta-merta memberikan dampak signifikan hingga menaikkan harga tiga kali lipat seperti yang dikabarkan oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo pada Selasa (9/8/2022) kemarin.
Selain itu, Fransiscus juga menjelaskan bahwa mie instan tidak seratus persen terbuat dari tepung gandum. Ada bahan baku lain yang juga memiliki peran dalam pembuatan mie instan.
“Bahan baku mi instan itu bukan hanya terigu, ada yang lainnya. Selain itu, komponen terigunya juga tidak besar-besar amat,” kata Welirang saat dikonfirmasi, Rabu (10/8/2022).
Ia menyamakan kenaikan harga gandum dengan harga cabai dan minyak goreng yang beberapa waktu lain melonjak tinggi. Menurutnya, kenaikan harga cabai dan minyak goreng tak lantas serta-merta membuat harta mi instan naik.
“Jadi tidak terlalu berdampak lah,” tegasnya.
Franciscus yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mengaku, sejauh ini belum ada anggotanya yang mengeluhkan tersendatnya distribusi gandum.
“Masih aman-aman saja, masih lancar. Belum ada keluhan sampai sekarang,” kata dia.
Gonjang-ganjing prediksi kenaikan harga mi instan pertama kali dilontarkan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. Ia mengisyaratkan harga mi instan di Indonesia bakal naik 3 kali lipat.
Hal itu akibat perang antara Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai dan membuat pasokan gandum terhambat. Dua negara yang sedang bertikai itu merupakan penghasil gandum terbesar dan mampu menyuplai sekitar 30-40 persen dari kebutuhan gandum dunia. Salah satu pelanggannya adalah Indonesia.
“Belum selesai dengan climate change, kita dihadapkan Perang Ukraina-Rusia, ada 180 juta ton gandum enggak bisa keluar. Jadi hati-hati yang makan mie banyak dari gandum, besok harganya 3 kali lipat,” kata Syahrul Yasin Limpo, Selasa (9/8/2022).
Saat ini bahan baku gandum sedang mengalami kenaikan, sementara Indonesia masih terus impor gandum.
“Maafkan saya bicara ekstrem saja, ada gandum tapi harganya mahal banget. Sementara kita impor terus,” kata dia.
Menurutnya, hal ini bukanlah tantangan yang kecil, sehingga pemerintah daerah perlu menguatkan produktivitas pertanian. Harapannya, dampak yang bakal dialami dari adanya konflik global tersebut tidak terlalu parah.
Bukan hanya gandum, masalah lain yang datang akibat konflik global tersebut adalah tersendatnya pasokan pupuk ke Indonesia. “Saat ini Indonesia menjadi importir pupuk dan Rusia maupun Ukraina,” tegasnya. (her/fat)