Pontianak (pilar.id) – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) akan menggelar kegiatan Rencana Aksi Nasional Percepatan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) yang direncanakan berlangsung pada tanggal 14 Maret 2022 mendatang di Hotel Mercure Pontianak.
Plt Kepala Perwakilan BKKBN Kalimantan Barat, Muslimat dengan didampingi Tim Pakar/ahli dari Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura dan Poltekkes Pontianak melakukan audiensi dengan Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji diruang Kerja Gubernur Kalimantan Barat.
Gubernur Kalbar Sutarmidji mengatakan, BKKBN Kalbar bersama Pemerintah Daerah se Kalimantan Barat akan menekan angka stunting dimana sekarang Kalimantan Barat masih di angka 29,08 persen sedangkan di tahun 2024 untuk nasional di targetkan oleh pemerintah harus mencapai 14 persen.
“Dengan sisa waktu sekitar dua tahun lebih ini, Kita mau membuat sampai 14 persen meski agak sulit kalaupun tidak mencapai 14 persen paling bisa mendekati di angka 20 persen,” kata Sutarmidji.
Iapun mempermasalahkan data yang tidak valid. Menurutnya, Kelemahan Pemprov kalau dilihat dari parameter ada pada data.
“Makanya saya minta pada kabupaten/kota pada dinas yang menangani data kesehatan ini khususnya data Stunting betul betul data itu valid, jangan lagi melakukan penilaian penilaian yang minus terhadap suatu daerah sehingga terdampak untuk mendapatkan anggaran,” sesalnya.
Ketika data tidak menunjukkan fakta, Bang Midji mengakui maka akan berpengaruh ke data itu sendiri.
“Datanya tidak valid maka hasilnya pun kurang baik. Ketika ada suatu parameter ukurannya jelas tentang data ini dia tidak akan sama dengan data data lain padahal kegiatan pemerintah,” katanya lagi.
Dijelaskannya dari satu data dengan data yang lain pasti ada ketergantungan. Dicontohkan nya di satu daerah atau provinsi di Indonesia angka kemiskinan 6 persen kemudian di daerah atau provinsi lain ada 12 persen, tetapi angka stunting di daerah yang angka kemiskinannya tinggi namun stuntingnya rendah.
“Begitu pula sebaliknya. Angka kemiskinannya rendah tapi angka stuntingnya tinggi padahal stunting itu 75 persen menurut analisa saya berkaitan dengan kemiskinan sehingga tidak relevan daerah dengan angka kemiskinan tinggi tapi stuntingnya rendah, ini yang menjadi pertanyaan buat saya,” kata Sutarmidji.
Diakuinya saat ini masih sangat sedikit orang konsen untuk membaca data karena satu data harus diuji dengan data lain, penelitian yang baik ketika mendapatkan data tidak sesuai prediksi awal.
“Ketika melakukan suatu obyek maka data itu harus dipertanyakan dan mengujinya dengan parameter parameter yang mendekati untuk mengukur itu. Jadi data data itu harus dikoreksi dan diuji kebenarannya,” urainya lagi. (dinaprihatini)