Magetan (pilar.id) – Insiden menegangkan hampir terjadi di Desa Bulugunung, Plaosan, Magetan, saat Kuswanto (58), wirausahawan dan warga Desa Buluharjo, Plaosan, Magetan, hampir merobohkan rumah yang ditinggali mantan istrinya, Rebini.
Usut punya usut, alasan di balik ancaman ini adalah sengketa harta gono gini yang belum terselesaikan dengan jelas.
Seperti ditulis beritajatim.com, saat itu, Selasa (15/8/2023), Kuswanto telah menyewa sebuah ekskavator senilai Rp1,6 juta per hari dari Kecamatan Bendo untuk merobohkan sebagian dari rumah tersebut.
Sengketa ini muncul akibat ketidakjelasan pembagian harta gono gini, meskipun Pengadilan Negeri Magetan telah memutuskan masalah ini sejak tahun 2018.
Rumah yang hampir menjadi korban ini terletak di Jalan Raya Plaosan-Poncol, Desa Bulugunung, Plaosan. Bangunan permanen dengan desain yang teratur ini memiliki pagar tembok setinggi sekitar 1,5 meter di depannya. Penampilannya senada dengan rumah, dengan ornamen dan warna cat berwarna krem.
Selain itu, ada juga gapura lengkap dengan pagar besi geser kanan-kiri untuk keluar dan masuk. Pagar ini melengkung dengan indah mengikuti lengkungan gapura.
Saat masuk ke halaman rumah, bagian kiri adalah rumah utama sementara bagian kanan menampung terasan untuk kendaraan. Beberapa kendaraan bermotor dan mobil terparkir di dekat terasan tersebut. Di pojok halaman rumah, terdapat kandang anjing yang menampung seekor Siberian Husky.
Kuswanto dan Rebini bercerai pada tahun 2014. Namun, ketegangan muncul ketika Rebini menikah lagi pada 2017 dan mengajukan gugatan tentang pembagian harta gono gini.
Meskipun Pengadilan Negeri Magetan telah memutuskan untuk membagi rumah tersebut secara setara pada 2018, Kuswanto mengklaim bahwa Rebini masih belum mengklarifikasi bagian harta yang seharusnya dibagikan.
“Sudah ada keputusan tentang pembagian harta gono gini, tapi hingga kini belum ada kejelasan. Dia tidak mau berbicara atau berkomunikasi tentang ini. Rumah ini juga sudah ditinggali oleh suaminya yang baru,” ungkap Kuswanto ketika berencana merobohkan bagian rumah yang ditempati mantan istrinya.
Kuswanto menceritakan bahwa ia membangun rumah ini dengan biaya sekitar Rp2,5 miliar dari tahun 2002 hingga 2005. Sekarang, bangunan seluas 250 meter persegi ini memiliki nilai sekitar Rp8 miliar. Meskipun demikian, ia siap merobohkan sebagian dari rumah tersebut. “Saya akan merobohkan separuh bagian ini sesuai dengan keputusan pengadilan. Saya membangunnya dari 2002 hingga 2005 dengan biaya sekitar Rp2,5 miliar. Sekarang nilainya sekitar Rp8 miliar,” tegasnya.
Upaya Kuswanto untuk merobohkan rumah ini mendapat penghalang dari Kepala Dusun Tawang, Sujono. Ketika ekskavator yang disewa Kuswanto menyentuh pagar besi rumah tersebut, Sujono segera menghentikannya.
Sujono bahkan memanggil kepala desa setempat dan menghubungi Camat Plaosan serta pihak kepolisian. Bersama-sama, mereka berbicara dengan Kuswanto untuk menyelesaikan masalah ini secara damai, sambil menunggu Rebini yang ternyata berada di Solo.
Setelah beberapa negosiasi, Kuswanto akhirnya bersedia untuk menunggu mantan istrinya. Mereka sepakat untuk membicarakan masalah harta gono gini dengan pendekatan yang lebih baik.
Sujono menjelaskan, “Kami ingin memastikan bahwa masalah keluarga ini dapat diatasi dengan baik, tanpa perlu perusakan. Kami telah mendiskusikan masalah ini dan dia bersedia berbicara dengan mantan istrinya secara baik-baik.”
Setelah berdiskusi selama sekitar dua jam, Kuswanto akhirnya setuju untuk menunggu Rebini datang ke lokasi. Pemerintah desa juga turut memfasilitasi pertemuan ini.
Ekskavator yang sudah disiapkan kemudian ditarik kembali oleh pemiliknya. Pagar rumah yang sempat dilepas juga dipasang kembali, mengakhiri situasi yang tegang ini dengan harapan penyelesaian damai. (fat/hdl)