Jakarta (pilar.id) – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk transparan terkait adanya informasi anggaran membership atau keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan atas fasilitas golf, yang tercatat dalam laporan keuangan BPJS Ketenagakerjaan tahun 2019 senilai masing-masing sebesar Rp3,1 miliar per 31 Desember 2019 dan 2018.
Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirah mengatakan, transparansi dari BPJS Ketenagakerjaan ini sangat penting di tengah keragu-raguan masyarakat atas profesionalisme pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan.
Mirah meminta Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan untuk tidak sembarangan dalam mengelola dana milik pekerja, yang saat ini dana kelolaannya sekitar Rp540 triliun.
“Jangan mempergunakan dana milik pekerja untuk membiayai berbagai fasilitas kemewahan bagi pejabat-pejabat di BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi fasilitas kemewahan tersebut tidak ada kaitannya dan tidak memberikan manfaat tambahan bagi pengembangan dana milik pekerja yang dikelola di BPJS Ketenagakerjaan,” tegas Mirah, Jumat (25/2/2022).
Mirah juga mengingatkan bahwa sampai saat ini publik masih bertanya-tanya tentang kelanjutan kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Dimana pada 18 Januari 2021 yang lalu, penyidik Kejaksaan Agung telah menggeledah Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan terkait kasus korupsi yang diduga terjadi pada investasi di BPJS Ketenagakerjaan.
Dilanjutkan pada 19 Januari 2021, Kejaksaan Agung menaikkan status kasus dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus itu sampai saat ini masih ditangani oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: Print-02/F.2/Fd.2/01/2021. Kejaksaan Agung sebelumnya memperkirakan ada potensi kerugian negara hingga Rp20 triliun dalam perkara itu.
Di tengah polemik Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata, Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), seharusnya BPJS Ketenagakerjaan lebih serius dalam melakukan pembenahan di internalnya.
“Hentikan semua biaya operasional yang berpotensi terjadinya pemborosan dan tidak memberi nilai tambah bagi pengembangan dana kelolaan. Membership atas fasilitas golf sesungguhnya tidak memberi manfaat tambahan bagi dana pekerja, karena hanya dinikmati untuk gaya hidup bagi segelintir pejabat,” kata dia.
Dia juga kembali mengkritisi minimnya peran dan kinerja Dewan Pengawas yang ada di BPJS Ketenagakerjaan, karena tidak sensitif terhadap polemik JHT yang merugikan kepentingan pekerja. Padahal di Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan ada dua perwakilan dari unsur serikat pekerja.
Namun, terkesan perannya justru berpihak pada kepentingan pengusaha dan Pemerintah. Ia jadi meragukan proses pemilihan Dewan Pengawas di BPJS Ketenagakerjaan, karena Panitia Seleksinya dari Kementerian Ketenagakerjaan.
“Jadi pantas saja, keberpihakannya justru pada Kementerian Ketenagakerjaan yang dulu telah memilih mereka, bukan pada pekerja yang seharusnya mereka wakili,” pungkasnya. (her/hdl)