Jakarta (pilar.id) – Bumi Manusia adalah sebuah film Indonesia yang dirilis pada tahun 2019. Film ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer, yang merupakan bagian pertama dari tetralogi Buru, yakni buku yang ditulis saat Pramoedya ditahan di Pulau Buru.
Novel ini sangat terkenal di Indonesia dan memiliki makna historis dan sosial yang penting. Khususnya penggambaran sosial politik yang detail di Indonesia, saat pemerintah kolonial berkuasa.
Film ini disutradarai oleh Hanung Bramantyo, sutradara berbakat dan terkenal di Indonesia. Beberapa pemain utama dalam film ini adalah Iqbaal Ramadhan sebagai Minke, Mawar Eva de Jongh sebagai Annelies, Sha Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh, dan beberapa aktor dan aktris lainnya.
Sinopsis Film Bumi Manusia
Film ini berlatar pada awal abad ke-20 di Hindia Belanda. Minke adalah seorang pemuda Jawa yang bersekolah di Hogere Burgerschool (HBS), sekolah menengah atas untuk orang Eropa. Minke adalah pemuda yang cerdas dan kritis, dan ia sering menulis artikel yang mengkritik pemerintah kolonial Belanda.
Suatu hari, Minke bertemu dengan Annelies Mellema, seorang gadis Belanda yang tinggal di rumah ayahnya, Tuan Mellema. Tuan Mellema adalah seorang pengusaha yang kaya raya, dan ia memiliki selir bernama Nyai Ontosoroh. Annelies adalah anak Nyai Ontosoroh dari hubungannya dengan Tuan Mellema.
Minke dan Annelies jatuh cinta, tetapi hubungan mereka tidak direstui oleh Tuan Mellema. Tuan Mellema tidak ingin putrinya menikah dengan seorang pemuda Jawa. Namun, Minke dan Annelies tetap bertekad untuk bersama.
Film ini menggambarkan perjuangan Minke dan Annelies untuk mempertahankan cinta mereka di tengah perbedaan ras dan status sosial. Film ini juga menggambarkan kondisi sosial-politik di Hindia Belanda pada awal abad ke-20, yang diwarnai oleh penindasan pemerintah kolonial Belanda terhadap rakyat pribumi.
Meski terkesan film romansa dua manusia, Bumi Manusia sarat dengan pesan moral, tentang perlawanan terhadap kolonialisme, perbedaan ras dan kelas sosial, serta perjuangan dalam mencari identitas dan kebebasan di tengah situasi yang sulit pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Film ini mendapatkan banyak perhatian dan mendapat beberapa penghargaan dalam ajang penghargaan film di Indonesia, termasuk Festival Film Indonesia (FFI).
Meski banyak yang memuji, film Bumi Manusia juga menuai beberapa kontroversi terutama terkait adaptasi dari novel yang sangat berpengaruh secara sejarah dan sosial. Beberapa aspek dalam penceritaan dianggap kontroversial oleh sebagian orang, dan ini memicu diskusi tentang representasi sejarah dalam media.
Beberapa orang yang mengkritik menilai film ini tidak setia pada cerita yang ada dalam novelnya. Beberapa perubahan dibuat dalam skenario untuk mengkondensasi cerita yang panjang dalam novel menjadi format film.
Di sisi lain, ada juga yang menganggap Bumi Manusia sebagai adaptasi yang layak dan emosional, sementara yang lain merasa bahwa film ini tidak sepenuhnya mampu menggambarkan kedalaman novelnya.
Bumi Manusia dalam film ini adalah upaya untuk mengangkat kembali kisah dan pesan yang kuat dari novel klasik Indonesia. Meskipun mendapatkan tanggapan beragam, film ini tetap penting dalam upaya mempertahankan dan merayakan karya sastra dan sejarah Indonesia. (ret/hdl)