Surabaya (pilar.id) – Stikosa AWS, lembaga pendidikan komunikasi yang tertua di Indonesia Timur, secara tegas menyerukan penghormatan terhadap peran jurnalis dalam peliputan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Kampus ini juga mengecam insiden intimidasi terhadap jurnalis yang terjadi menjelang Pemilu 2024.
“Sebagai kampus jurnalistik, Stikosa AWS mendorong semua pihak, termasuk pemerintah, aparat keamanan, politisi, penyelenggara Pemilu, dan masyarakat luas, untuk menghargai dan menghormati tugas wartawan dalam peliputan Pemilu 2024. Ini penting dalam semangat mendukung kemerdekaan dan kebebasan pers,” tegas Jokhanan Kristiyono, Ketua Stikosa AWS, Rabu (7/2/2024).
Di depan puluhan dosen, pengajar, mahasiswa, dan alumni, ia kemudian menjelaskan bahwa menjelang Pemilu 2024, telah terjadi kasus kekerasan terhadap jurnalis. Seperti disebut dalam data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang Januari hingga Juli 2023 telah terjadi 58 kasus.
“Terakhir kami mendengar Januari 2024 lalu, ada insiden larangan pengambilan gambar oleh Ketua KPU Kabupaten Kediri di lokasi gudang Desa Gampeng, Gampengrejo,” sesal Jokhanan.
Padahal, lanjut dia, wartawan memiliki peran penting dalam mendukung fungsi media, yakni memberikan informasi, edukasi, dan kontrol sosial dalam proses demokrasi. “Menghalangi kerja jurnalistik berarti menghalangi proses demokrasi itu sendiri,” tandasnya.
Menurut Jokhanan, Pemilu adalah proses kolektif yang melibatkan partisipasi masyarakat untuk menentukan masa depan negara. Dalam konteks ini, media memiliki peran krusial dalam memperkenalkan calon pemimpin masa depan kepada masyarakat.
“Media massa membantu membuka wawasan, perspektif, dan memudahkan pemahaman masyarakat tentang calon pemimpin mereka serta proses Pemilu,” jelasnya.
Selain itu, Stikosa AWS juga menyoroti penurunan kualitas demokrasi dalam Pemilu 2024 dari perspektif komunikasi publik yang buruk.
Jokhanan menjelaskan bahwa pernyataan dan tindakan pejabat negara, seperti Presiden dan Menteri, menjadi sumber pesan bagi masyarakat melalui komunikasi verbal dan non-verbal.
“Komunikasi publik yang buruk dari pejabat negara dapat merusak akuntabilitas dan legitimasi pemerintah,” kata doktor ilmu komunikasi ini.
Setelah melewati diskusi dan kajian yang panjang, Kampus Stikosa AWS akhirnya menyampaikan empat poin pernyataan sikap sebagai respons terhadap kondisi ini.
Pertama, Stikosa AWS mengajak setiap pihak, baik politisi, aparat pemerintah, Polri-TNI, akademisi perguruan tinggi, dan masyarakat luas, untuk mendukung pelaksanaan pemilu damai. Kedua, kampus komunikasi ini mengajak agar agar semua pihak melakukan praktek komunikasi politik secara transparan, cerdas, jauh dari gagasan-gasan yang multi tafsir apalagi menyesatkan, sehingga tidak membingungkan masyarakat.
Ketiga, Stikosa AWS sebagai kampus jurnalistik, mendorong aparat pemerintah dan keamanan, pelaku politik, masyakarakat luas, agar menghormati tugas wartawan termasuk saat melakukan peliputan Pemilu 2024, sebagai semangat menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebebasan pers
“Keempat, kami sebagai akademisi kampus komunikasi, menuntut proses politik yang menjunjung tinggi etika, semangat menghormati, demi terwujudnya pemilu yang bermartabat,” kata Jokhanan. “Karena etika, adab, dan budi pekerti, adalah puncak intelektualitas tertinggi,” tutup Jokhanan. (hdl)