Surabaya (pilar.id) – Program Pengabdian Kepada Masyarakat yang berkerjasama dengan tim Fakultas Psikologi dan PUSHAM melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Ubaya, mengadakan pameran foto dan diskusi di Gedung Perpustakaan Kampus Ubaya Tenggilis, Kamis (23/2/2023)
Seperti yang disampaikan, Ketua Pelaksana, Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati, jika kegiatan yang bertajuk Voicing the Voiceless ini, juga berkaloborasi dengan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM Ubaya), yang memamerkan sebanyak 33 foto karya anak eks lokalisasi Dolly.
Selain itu, ia juga menyebut sebelas anak eks lokalisasi dolly yang tergabung dalam Pondok Pesantren Jauharotul Hikmah membuat tiga karya foto bertema mimpi, keberhasilan, serta aset atau kekuatan yang dimiliki, yang semuanya dipamerkan dalam bentuk photovoice.
” Photovoice adalah salah satu cara untuk menghargai suara mereka. Foto-foto dalam pameran ini merupakan ekspresi dari suara anak yang mengajak kaum dewasa untuk belajar memahami hati dan pikiran mereka dengan seksama,” jelas Tiwi nama panggilannya ini.
Tak hanya itu, adanya kegiatan ini juga sebagai respon Ubaya terhadap transformasi kawasan dolly yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya, yang dalam kegiatannya menggunakan pendekatan Asset Based Community Development.
“Pendekatan ini dipilih karena memiliki sensitivitas dalam menggali kelebihan, aspirasi, keberhasilan, dan kemampuan individu,” ujar Tiwi.
Lebih rinci, ia menerangkan jika sebelumnya, anak-anak telah mengikuti sepuluh kali pertemuan yang diadakan Ubaya berupa pemberian materi tentang fotografi dasar, serta edukasi tentang mengelola emosi mereka dan menuangkannya dalam foto dan tulisan.
“Hasil foto ini ke depannya akan digunakan pada kegiatan-kegiatan advokasi mengenai anak. Lalu dilanjutkan dengan berbagai diskusi, seperti memahami karakter individu pada program terkait anak, serta membahas prinsip bekerja dengan anak,” ucapnya.
Adanya kegiatan sosial ini juga ditujukan untuk mendengarkan harapan dan impian anak-anak atas hidup, tumbuh, dan berkembang di lingkungan tempat tinggalnya.
“Harapannya kegiatan ini dapat menjadi sarana anak eks lokalisasi dolly dalam menyalurkan emosinya sekaligus menjadi masukan bagi pemerintah ketika membuat program untuk anak,” pungkasnya. (jel/hdl)