Jakarta (pilar.id) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah menjatuhkan putusan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas pelanggaran administratif terkait keterwakilan perempuan pada Pemilu 2024. Keputusan ini diumumkan dalam sidang di Gedung Bawaslu, Jakarta, pada Rabu (29/11/2023).
Dalam putusannya, Bawaslu memerintahkan KPU untuk melakukan perbaikan administratif terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pada tahapan pencalonan anggota DPR, sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 dan Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Nomor: 58/WKMA.Y/SB/X/2023 tanggal 23 Oktober 2023.
Bawaslu juga memberikan teguran kepada KPU agar menghindari pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan di masa mendatang.
Dalam rangkaian sidang tersebut, Bawaslu menyampaikan 22 poin berdasarkan hasil penilaian dan pendapat majelis pemeriksa. Kesimpulannya, tindakan KPU yang tidak mematuhi Putusan MA Nomor 24P/HUM/2023 dianggap sebagai pelanggaran administratif pemilu sesuai dengan Pasal 460 ayat (1) UU Pemilu.
Salah satu poin penilaian penting adalah terkait penetapan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR oleh KPU pada tanggal 3 November 2023, yang menunjukkan keterwakilan perempuan di bawah 30 persen dari total 267 calon dari 17 partai politik. Keputusan ini dianggap melanggar Pasal 245 UU Pemilu dan norma Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023, sebagaimana Putusan MA Nomor 24 P/HUM/2023.
Bawaslu juga mencatat keterlambatan respons KPU terhadap putusan MA yang telah dikeluarkan sejak 29 Agustus. KPU hanya menyurati partai-partai politik untuk mematuhi putusan tersebut tanpa melakukan perbaikan terhadap Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 (PKPU 10/2023) tentang pencalegan.
Selain itu, Bawaslu menyoroti langkah KPU RI yang mengajukan permintaan fatwa kepada MA, meminta agar putusan MA baru diberlakukan pada Pemilu 2029.
Tanggapan MA melalui Surat Wakil Ketua MA menyatakan bahwa pelaksanaan hasil uji materi MA dilaksanakan oleh KPU selaku termohon sendiri, dan akan diterapkan pada Pemilu 2024 atau pemilu selanjutnya, bukan di ranah MA lagi, melainkan merupakan wewenang KPU. (ret/hdl)