Surabaya (pilar.id) – Tren pariwisata pada tahun 2024 menunjukkan peningkatan minat wisatawan untuk mengunjungi lokasi yang menjadi latar belakang syuting film. Mochammad Arkansyah, Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Stikosa AWS, memberikan penjelasan tentang fenomena set-jetting ini pada Kamis (4/1/2024).
Arkan, sapaan akrab Mochammad Arkansyah, menyatakan bahwa sejak tahun 2019, sebelum mewabahnya pandemi Covid-19, beberapa negara telah berhasil menarik perhatian dunia dengan memanfaatkan lokasi syuting film sebagai daya tarik wisata.
“Sebelum pandemi, beberapa negara telah berhasil menarik perhatian global dengan lokasi syuting film, seperti yang terjadi dengan Harry Potter. Saat ini, Indonesia berupaya keras untuk menciptakan daya tarik serupa,” ungkapnya.
Menurut Arka, dua dari tiga wisatawan internasional menunjukkan minat khusus untuk berwisata dan mengunjungi lokasi syuting acara televisi.
“Oleh karena itu, pemerintah terus mempermudah perizinan syuting film dengan standar internasional. Harapannya, film-film ini dapat dijual dan menarik perhatian wisatawan dari berbagai negara,” tambahnya.
Wisata Tempat Syuting Film
Angela Tanoesoedibjo, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Wakil Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf/Wakabaparekraf), menyampaikan beberapa tren utama yang diproyeksikan akan mendominasi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2024.
Beberapa tren tersebut antara lain adalah Bleisure (Business and Leisure), Wellness Experience (Pengalaman Wisata Kesehatan), Deep and Meaningful (Bermakna), dan Set-Jetting (Berwisata ke Tempat Syuting Film).
Arkan mendukung pandangan ini dengan merujuk pada penelitian dari Mastercard Economics Institute yang mencatat peningkatan 65 persen dalam keinginan wisatawan untuk meraih pengalaman unik saat berwisata pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun 2019 sebelum pandemi.
“Secara keseluruhan, wisatawan kini lebih tertarik pada pengalaman wisata yang unik dan menyegarkan, meninggalkan ide-ide konvensional,” kata Arka.
Ia menambahkan bahwa terjadi peningkatan 10 persen dalam pengalaman pariwisata kesehatan, eksplorasi alam, dan wisata kuliner pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun 2019.
Arka juga menyoroti tren wellness tourism yang semakin berkembang, khususnya dalam menghadapi tingkat kelelahan yang tinggi selama dan setelah pandemi.
“Tren ini mencerminkan semangat untuk mencari pengalaman baru dan berkonsep di luar konvensional. Misalnya, tren forest bathing yang berasal dari Jepang, di mana peserta menghabiskan waktu di hutan untuk menyegarkan tubuh secara emosional,” jelasnya.
Selain itu, Arka menekankan tren bleisure yang menggabungkan kegiatan bisnis dan liburan. Tren ini diperkirakan akan terus berkembang setelah pandemi sebagai bentuk pariwisata yang efisien, melibatkan semua pihak, dan berkelanjutan.
“Model ini fokus pada pencapaian pengalaman wisata yang lebih berkualitas dan mencerminkan arah tren pariwisata di masa depan,” tutup Arka. (usm/hdl)