Jakarta (pilar.id) – Elektabilitas bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan, mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai 27 persen menurut hasil survei dari lembaga independen Utting Research berbasis di Australia.
Trend kenaikan elektabilitas Anies Baswedan ini yang sering disebut dengan bounce back menunjukkan tren peningkatan yang pesat. Sebelumnya, elektabilitas Anies Baswedan dalam survei dari berbagai lembaga hanya berkisar di angka 20 persen dan tertinggal cukup jauh dari dua calon presiden lainnya.
“Tren peningkatan, bounce back elektabilitas Pak Anies membuat sangat dekat dengan dua capres lainnya. Bagaimanapun hasil survei, kami mengajak seluruh relawan Anies untuk tetap optimis dan justru memandang hasil survei ini sebagai cambuk untuk bekerja lebih keras di lapangan memperkuat dukungan kepada Pak Anies,” ungkap Tatak Ujiyati, Juru Bicara Anies Baswedan dan juga Inisiator Forum Komunikasi Relawan Anies, pada Jumat (28/7/2023).
Menurut survei Utting Research, calon presiden lainnya, yakni Ganjar Pranowo, meraih elektabilitas 34 persen, sementara Prabowo Subianto mendapatkan 33 persen. Survei dilakukan secara tatap muka pada tanggal 12 hingga 17 Juni 2023 terhadap 1.200 responden di 34 provinsi.
Tatak menyatakan bahwa pihaknya sangat memahami tentang pentingnya survei karena memiliki pengalaman yang luas di bidang tersebut. Oleh karena itu, meskipun hasil survei dari lembaga riset Australia, Utting Research, menempatkan Anies Baswedan dengan perolehan suara 27 persen, Tatak tidak terlalu risau.
Survei dari Lembaga Utting Research Australia menempatkan Anies Baswedan di posisi ketiga dengan persentase suara 27 persen, sedangkan Ganjar Pranowo mendapatkan 34 persen dan Prabowo Subianto 33 persen.
Tatak menjelaskan bahwa survei memberikan gambaran tentang keadaan pada saat pengambilan sampel dilakukan, sehingga data tersebut dapat berubah pada waktu lain. Selain itu, survei juga memiliki potensi untuk kesalahan, baik yang disebabkan oleh unsur sampling (sampling error) maupun faktor kesalahan di luar sampling (non-sampling error) yang tidak bisa diabaikan.
“Bisa saja kenyataan sesungguhnya berbeda dari hasil survei. Hal ini terbukti pada waktu Pilkada Jakarta, di mana Anies sebelumnya selalu ditempatkan sebagai underdog oleh berbagai survei, tetapi pada hari H Pilkada, Anies justru keluar sebagai pemenang,” tambahnya. (usm/hdl)