Surabaya (pilar.id) – Dua anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya menjadi korban penganiayaan oleh oknum demonstran buruh ketika sedang menjalankan tugasnya menjaga pedestrian di sekitar Jalan Ahmad Yani, pada Kamis (30/11/2023) sore, dalam aksi unjuk rasa menuntut kenaikan Upah Minimum Tahun 2024.
Kepala Satpol PP Kota Surabaya, M Fikser, mengungkapkan bahwa peristiwa penganiayaan terjadi ketika dua anggotanya, AM dan TA, merespons permintaan seorang warga untuk membuka sedikit lajur jalan agar bisa lewat karena akan bekerja.
“Pada saat itu, oknum buruh tidak menerima bantuan yang diberikan petugas, sehingga melakukan kekerasan terhadap anggota Satpol PP,” kata M Fikser, Jumat (1/12/2023).
Dampak dari insiden tersebut, kedua anggota Satpol PP Surabaya mengalami luka-luka. Salah satu anggota, AM, bahkan tersungkur akibat tendangan dari oknum demonstran buruh. Video kejadian tersebut kemudian menjadi viral di media sosial.
“Ada dua anggota saya yang satu yang ditendang yang viral itu dan satunya diinjak-injak, diambil terus diinjak-injak. Mereka kemudian kami bawa ke RSUD dr Soewandhie untuk mendapatkan perawatan dan visum,” ungkap Fikser.
Fikser menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus penganiayaan tersebut ke Polrestabes Surabaya. Ia berharap pelaku dapat segera ditangkap dan diadili.
“Kami buat laporan kepolisian terkait dengan kekerasan yang dilakukan kepada anggota Satpol PP. Tugas mereka (Satpol PP) membantu warga yang mau lewat tetapi tidak bisa, tidak diberikan (jalan) malah dianiaya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Arief Fathoni, mengutuk aksi penganiayaan tersebut. Ia menilai bahwa tindakan kekerasan terhadap personel Satpol PP yang mencoba membuka sedikit lajur bagi warga yang lewat tidak dapat dibenarkan.
“Memperjuangkan kesejahteraan melalui aksi unjuk rasa itu hak, namun dibalik hak tersebut tersimpan kewajiban untuk menjaga hak warga Surabaya yang lain yang sedang melakukan aktivitas mencari nafkah untuk menghidupi anak istri di rumah,” kata Arief Fathoni.
Fathoni juga menyayangkan aksi demonstrasi yang mengganggu ketertiban umum di Surabaya, kota yang selama ini dikenal ramah terhadap aksi-aksi unjuk rasa dari berbagai daerah.
“Surabaya menjadi kota yang ramah terhadap aksi-aksi unjuk rasa yang datang dari berbagai daerah di luar Surabaya. Namun, aksi unjuk rasa harus dilakukan dengan cara-cara yang santun dan tidak mengganggu ketertiban umum,” pungkas dia. (rio/ted)