Jakarta (pilar.id) – Wakil Ketua Umum DPP PKB Jazilul Fawaid mengaku aneh terkait aturan yang melarang berkampanye di kampus dan tempat ibadah. Padahal, tanpa pelarangan kampanye di dua tempat tersebut, memang sudah terjadi perang identitas.
“Aneh gitu loh. Kampanye tidak boleh di kampus dan tempat ibadah. Itu apa menurut saya itu,” kata Jazilul, di Jakarta, Rabu (9/11/2022).
Ia mengaku pernah berdiskusi, bahwa ummat Islam terutama, mengakui seluruh tempat di bumi adalah tempat ibadah. Selain itu, diskusi mengenai agama dan negara di Indonesia juga sudah tuntas serta tidak dapat dipisahkan antara keduanya.
“Kenapa harus dipisahkan, dianggap agama sebagai pengganggu,” kata Jazilul.
Aturan tersebut, lanjut Jazilul, sama saja menganggap tempat ibadah tidak diakui sebagai tempat yang layak berpolitik secara damai. “Malah diusir,” kata dia.
Sementara di kampus, yang merupakan tempat bagi para berkumpulnya milenial dan gen Z juga dilarang untuk dijadikan tempat kampanye. Menurutnya, tempat-tempat berkumpulnya milenial malah justru bebas politik. Dengan demikian, kaum milenial akan semakin jauh dari politik.
“Jadi ternyata setelah saya diskusi, tempat milenial itu steril dari politik. Malah yang boleh kampanye itu di tempat nongkrong,” kata dia.
Lebih jauh, Jazilul mempertanyakan alasan kekhawatiran kampanye di kampus. Padahal, mereka perlu diberikan pendidikan politik. Sedangkan agama merupakan sumber perdamaian.
“Kenapa dijauhkan dari politik atas nama nanti terjadi perang antar agama. Bukanya dulu nggak ada aturan-aturan kayak begitu. Tiba-tiba diatur DPR. Cuma saya nggak terlalu setuju itu,”
Wakil Ketua MPR RI ini menambahkan, partai-partai politik juga perlu melakukan transformasi dengan merekrut anggota-anggota baru dari kaum milenial. Sebab, dengan jumlah milenial yang signifikan akan menentukan pemimpin Indonesia ke depan.
Dia mencontohkan, partai politik yang tidak mampu melakukan transformasi, yaitu PPP kini tak lagi memiliki kekuatan. Partai berlambang Ka’bah tersebut bahkan disebut layak masuk museum.
“Namanya PPP itu mengalami pelambatan, sehingga hari ini sudah tidak lagi memiliki kekuatan. Dia ibarat benda itu sudah harus masuk museum,” pungkasnya. (ach/din)