Jakarta (pilar.id) – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai, biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) tahun 2023 senilai Rp49,8 juta masih belum efisien. Karena itu, menurut HNW, BPIH masih bisa ditekan hingga Rp47 juta.
“Masih tidak efisien dan mestinya bisa diturunkan lagi hingga mendekati Rp47 juta, dan karena itulah FPKS DPR RI masih menolak ketentuan harga dari Kementerian Agama yang Rp49,8 juta tersebut,” kata HNW, di Jakarta, Jumat (17/02/2023).
Dia lantas merinci Bipih senilai Rp49,8 juta per jamaah akan digunakan untuk tiga komponen. Antara lain, penerbangan Rp32,743,992, living cost Rp3,030,000, dan layanan Masyair sebesar Rp14,038,708. Pengurangan usulan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) dari Rp98,8 juta menjadi Rp 90,05 juta, baru memangkas biaya layanan haji di Arab Saudi dan living cost jamaah.
Padahal, ada beberapa komponen lain yang masih mungkin dilakukan efisiensi, seperti biaya penerbangan, penginapan, transportasi darat di Arab Saudi, hingga konsumsi. Misalnya, biaya penerbangan seharusnya bisa berpatokan pada angka inflasi 5,5 persen saja, sehingga bisa diturunkan menjadi Rp30,9 juta per jamaah. Selain itu, apabila mengacu pada harga ticket normal Jakarta-Jeddah pergi pulang (PP) untuk jemaah Umrah, jelas bisa lebih diturunkan lagi.
“Karena dengan angka itu, sejatinya calon jamaah haji diharuskan membayar dengan harga penuh pesawat kosong ketika pulang mengantar calon jemaah haji, maupun ketika pesawat kosong datang menjemput mereka pulang ke Indonesia,” jelas HNW.
Lalu akomodasi di Makkah selayaknya bisa turun lagi setidaknya 200 SAR per jamaah, anggaran bus shalawat 146 SAR juga bisa dihapuskan dengan mencari pemondokan yang menyediakan layanan tersebut. Kemudian untuk makanan bisa turun lagi sekitar 2 SAR per jamaah atau 88 SAR untuk 44 kali makan.
Selain itu, biaya pelayanan haji di Armuzna (Masyair) juga patut diturunkan lagi setidaknya ke angka 4000 SAR. Hal itu mengingat adanya penghapusan pajak oleh pihak Saudi, dan fakta tidak adanya peningkatan layanan yang signifikan bila dibandingkan dengan haji pada tahun 2019 yang biaya Masyairnya hanya 1500 SAR.
“Tentunya jika biaya seluruh komponen tersebut bisa diperjuangkan oleh Kemenag menjadi lebih efisien, BPIH tahun 2023 bisa berada di kisaran angka Rp85 juta, sehingga Bipih atau beban yang dibayar langsung oleh setiap calon jamaah bisa turun ke sekitar Rp46,7 juta,” lanjutnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menjelaskan, dengan skenario demikian, maka jamaah waiting list tahun 2023 hanya dikenakan pembayaran pelunasan sebesar Rp20,44 juta, lantaran sudah ada saldo setoran awal Rp25 juta dan saldo virtual account sebesar Rp1,3 juta. Adapun jamaah lunas tunda tetap dalam skenario tidak lagi perlu membayar tambahan pelunasan.
Kebutuhan nilai manfaat dari skenario tersebut adalah Rp8,3 triliun, bisa diambil dari saldo nilai manfaat berjalan yang bisa digunakan tahun 2023 sebesar Rp7,1 triliun. Kemudian, ditambah akumulasi saldo nilai manfaat sebesar Rp1,2 Triliun. Menurut HN, keberlangsungan keuangan haji tetap terjaga karena akumulasi saldo nilai manfaat setelah digunakan untuk keperluan haji 2023 masih di level Rp14 triliun.
“Jika biaya yang ditanggung jamaah bisa semakin turun ke angka Rp20 juta, maka tentu hal tersebut akan meringankan mereka untuk menunaikan haji,” kata dia. (ach/hdl)