Jakarta (pilar.id) – Sejak November 2021 lalu, WHO sudah menetapkan varian B.1.1.529 sebagai variant of concern (VOC), berdasarkan anjuran dari Technical Advisory Group on Virus Evolution (Grup Penasihat Teknis tentang Evolusi Virus). Varian ini diberi nama Omicron.
Dari berbagai literasi dan pemberitaan, dengan mudah kita menemukan difinisi Omicron. Yakni varian yang sangat divergen dengan jumlah mutasi yang tinggi, termasuk 26-32 varian pada bagian spike, yang beberapa di antaranya mengkhawatirkan dan dapat terkait dengan potensi menghindari imunitas (immune escape) dan transmisibilitas yang lebih tinggi.
Meski dinilai masih banyak ketidakpastian, pada akhirnya Omicron disepakati sebagai varian yang memiliki karakteristik penularan lebih cepat daripada varian Delta, khususnya di negara-negara yang telah mengalami transmisi komunitas.
Untuk itu pemerintah mengimbau masyarakat lebih waspada. Salah satunya dengan tidak melakukan perjalanan luar negeri. Pasalnya kasus Omicron yang saat ini ada di Indonesia kebanyakan berasal dari pelaku perjalanan luar negeri.
Seberapa parah efek yang ditimbulkan Omicron? Di Inggris, tingkat keparahan varian Omicron menyebabkan 29 kematian. Bisa dimaklumi, mutasi Omicron mengurangi efektivitas antibodi monoklonal termasuk Ronapreve (kombinasi Casirivimab dan Imdevimab).
Data awal menunjukkan Sotrovimab masih bisa menghambat Omicron dibandingkan antibodi monoklonal lainnya. Tapi faktanya, mengutip data Kementerian Kesehatan RI, dalam waktu dua minggu, hingga 26 Desember 2021 lalu, 46 kasus Omicron terdeteksi di Indonesia.
15 orang di antaranya (32,6 persen) merupakan pelaku perjalanan dari Turki. Ada pula kasus konfirmasi Omicron yang berasal dari pelaku perjalan luar negeri dari Inggris, UEA, Arab Saudi, Jepang, Malaysia, Malawi, Republik Kongo, Spanyol, USA, Kenya, Korea, Mesir, dan Nigeria.
Dari penderita yang ada, sebanyak 74 persen kasus Omicron sudah divaksin lengkap, 80 persen tanpa gejala atau bergejala ringan, dan 96 persen kasus adalah WNI.
Sementara itu, hingga 29 Desember 2021 ada penambahan kasus konfirmasi Omicron sebanyak 21 kasus yang merupakan pelaku perjalanan luar negeri. Sehingga total kasus Omicron sebanyak 68 orang.
Data WHO, berbekal penghitungan prediksi peningkatan kasus akibat Omicron dibandingkan dengan Delta dan dengan mempertimbangkan tingkat penularan dan risiko keparahan, maka didapati hasil bahwa kemungkinan akan terjadi peningkatan penambahan kasus yang cepat akibat Omicron. Akan tetapi diiringi dengan tingkat penggunaan tempat tidur rumah sakit atau ICU yang lebih rendah dibandingkan dengan periode Delta.
Artinya varian Omicron memiliki tingkat penularan yang tinggi tapi dengan risiko sakit berat yang rendah. Walaupun begitu, masyarakat tetap harus waspada karena situasi dapat berubah dengan cepat. Oleh karena itu upaya pencegahan dan pengendalian, serta upaya mitigasi lainnya harus tetap berjalan.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmidzi mengatakan pihaknya mengingatkan kembali untuk menunda perjalanan ke luar negeri bagi para WNI karena resiko penularan yang besar.
Apabila sedang berada di luar negeri tetap jalankan protokol kesehatan. dr. Nadia juga mengingatkan bahwa kasus Omicron telah terjadi transmisi lokal di Indonesia. Masyarakat diminta waspada dan tetap disiplin protokol kesehatan.
“Perlu menjadi perhatian bahwa kita juga sudah mengidentifikasi kasus transmisi lokal, artinya risiko penularan di masyarakat juga sudah ada,”katanya. (hdl)