Surabaya (pilar.id) – Tanaman bambu yang dengan mudah kita temui memiliki banyak manfaat, Termasuk dimanfaatkan untuk menjadi bahan bangunan. Hal ini pula yang dilakukan Esti Asih Nurdiah, dosen Arsitektur Universitas Kristen (UK) Petra.
Di tangannya, bambu disulap menjadi cangkang atau struktur shell. Penelitian tersebut merupakan bahan penelitian untuk thesisnya di The University of Sheffield-United Kingdom, dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Republik Indonesia.
“Saya tertarik dengan bambu. Dalam dunia arsitektur masih jarang yang meneliti secara khusus seberapa dalam kurva lengkungan yang bisa dibuat oleh bambu menjadi struktur gridshell tanpa melukai batangnya,” urai Esti.
Meski banyak ditemui di Indonesia, bambu tak banyak ditemukan di Inggris. Sehingga Esti harus terbang kembali ke Indonesia untuk menguji material dan pembangunan modelnya.
“Kampus menjadi tempat uji bambu thesis doctoral saya dan bekerja sama dengan Sahabat Bambu sebagai penyedia material bambu dan tukang ahli bambu,” jelas dosen berkaca mata tersebut.
Sampai saat ini, Esti telah membuat dua model bangunan, yaitu struktur cangkang yang kini telah didirikan di area kampus timur UK Petra berukuran 10,80 x 10,80 meter dengan bahan bambu bulat. Sedangkan model kedua berukuran 8,40 x 8,40 meter dengan bahan bambu bilah.
Kini, ia dibantu para mahasiswa Prodi Arsitektur dalam proses pembebanan untuk menguji kekuatan bambu yang dibentuk menjadi struktur gridshell. Bambu yang digunakan berjenis apus (Gigantochloa apus) dan bambu petung (Dendrocalamus asper).
Dalam prosesnya, pada model bangunan pertama, yaitu penyatuan dengan melengkungkan batang bambu yang dibantu dengan teknik pemanasan. Sedangkan pendirian pada bangunan kedua dengan mengangkat jalinan bilah bambu, kemudian mendorong di posisi empat sudut bangunan hingga membentuk bangunan melengkung seperti dome.
”Pembebanannya menggunakan paving block satu persatu di beberapa titik yang secara perlahan diberikan beban sedikit demi sedikit agar bisa diketahui sampai mana kekuatan jalinan bambu tersebut,” jabar dosen yang mengajar mata kuliah Struktur Bangunan Rendah dan Struktur Bangunan Tradisional ini.
Alasan lain, dirinya memanfaatkan bambu sebagai bahan bangunan, yaitu bambu merupakan bahan yang mudah untuk dipanen, panennya memakan waktu tiga hingga lima tahun, namun bambu sendiri tidak dapat bertahan lama. Jika ingin bertahan lama, harus melalui proses pengawetan terlebih dahulu.
”Proses pengawetan ini untuk membunuh serangga dan jamur yang biasanya membuat bambu ini menjadi tak bertahan lama. Pengawetan bisa dilakukan secara dua metode yaitu tradisional dan bahan kimia,” sebutnya.
Ia berharap dari inovasinya ini, dapat menjadi altenatif bahan bangunan yang ramah lingkungan, sembari memanfaatkan tanaman bambu yang tumbuh subur di Indonesia.
“Bambu Indonesia memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai struktur bangunan dengan bentuk lengkung. Kekuatan bambu telah teruji dan membutuhkan desain dan teknik konstruksi yang tepat agar bisa membentang dan menaungi ruang yang besar,” tutup Esti. (jel)