Yogyakarta (pilar.id) – Tradisi Wiwitan merupakan sebuah ritual tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sebelum mereka memulai masa panen. Ritual ini dilaksanakan sebagai ucapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.
Tradisi Wiwitan sendiri sudah dipegang teguh oleh masyarakat Jawa sejak ratusan tahun lalu. Wiwitan berasal dari kata wiwit dalam bahasa Jawa yang berarti mula-mula atau mulai.
Dalam tradisi ini umumnya petani akan memotong beberapa helai padi sebelum memulai masa panen. Petani di Jawa melestarikan tradisi ini sebagai bentuk rasa hormat mereka terhadap Dewi Sri sang Dewi Padi serta bumi yang dianggap sebagai sedulur sikep–bumi dianggap sebagai saudara manusia.
Prosesi Wiwitan juga ditemui di Dusun Cangkring, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Pada saat tertentu, mereka menggelar Wiwitan disertai dengan membuat dua buah gunungan yang disusun dari ragam hasil tani.
Tumijo, warga Dukuh Cangkring mengaku menggelar Wiwitan sebagai ucap syukur atas hasil panen yang didapat oleh petani.
”Masyarakat dusun cangkring itu sepakat mengadakan doa bersama, matur panuwun, karena hasil panen lumayan bagus,” tambah Tumijo.
Prosesi Wiwitan dilaksanakan pada siang hari selepas masyarakat menunaikan sholat Jumat. Pada hari itu ritual Wiwitan dipimpin oleh para tetua desa di sekitar persawahan Dusun Cangkring.
Dimulai dengan pembacaan doa lantas memotong beberapa helai padi yang sudah siap panen. Acara Wiwitan diselenggarakan secara meriah tak kala masyarakat dusun Cangkring berdandan dengan beragam karakakter. Beberapa pemuda terlihat merias dirinya sebagai tokoh punakawan, sedang yang lain berdandan ala prajurit keraton masa silam.
Tak hanya itu, para lelaki dewasa dusun Cangkring juga mengenakan sorjan lengkap beserta blangkon dan kain batik. Sementara, para perempuan mengenakan kebaya dan caping serta menggendong bakul yang berisi ragam sayuran dan jejamuan. (fir/hdl)