Jakarta (pilar.id) – Generasi sandwich belakangan akrab di telinga kita. Lalu apa yang dimaksud dengan generasi sandwich itu sendiri?
Generasi sandwich merupakan orang dewasa yang harus menanggung hidup 3 generasi yaitu, orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya. Executive Director youth Laboratory Indonesia Muhammad Faisal mengatakan, generasi sandwich di Indonesia memiliki kelebihan dan perbedaan jika dibandingkan dengan generasi serupa di negara lain.
“Kita selalu perhatian sama orang tua, bahwa membahagiakan orang tua masuk surga. Jadi santunan atau hadiah untuk orang tua itu, dilakukan secara volunteering, bisa dikatakan secara ikhlas bukan sesuatu yang menjadi beban,” kata Faisal, di Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Sementara itu, Peneliti Litbang Kompas Advent Krisdamarjati mengatakan, pihaknya menemukan fakta dari jajak pendapat bahwa generasi Y dan Z menjadi satu kelompok masyarakat yang dominan sebagai generasi sandwich. Menurutnya, generasi sandwich mencapai 56,7 juta.
“Mereka kebanyakan menjalankan kerja sampingan untuk tambahan dalam memenuhi kebutuhan. Mereka menanggung beban ganda dalam mempersiapkan finansialnya untuk hari tua,” kata Advent.
Dalam jajak pendapat itu, Litbang Kompas juga menemukan fakta bahwa generasi sandwich wajib dan wajar memikul beban orang tua. Padahal, fenomena generasi sandwich saat ini sudah berlangsung empat generasi.
“Sebagian merasa hal ini sangat membebani mereka. Sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan atau mengejar cita-cita mereka sendiri karena lebih banyak biaya yang dikeluarkan bukan untuk kebutuhan mereka sendiri,” katanya.
Menurut Advent, yang dialami usia produktif ini cukup membahayakan bagi keberlanjutan bonus demografi Indonesia. Karena mereka terlalu sibuk dan kewalahan untuk membiayai yang bukan menjadi tanggung jawab sesungguhnya.
Dia menyarankan harus segera dilakukan penanganan yang nyata untuk membantu mereka. Pertama dari segi lingkungan keluarga atau individu dengan memberikan kemandirian edukasi tentang kemandirian finansial seperti menabung.
Kedua mendorong komunitas yang ada untuk membantu lingkungan keluarga dengan memberikan edukasi dan bimbingan bagi mereka yang mengalami kesulitan keuangan seperti mempersiapkan perkawinan secara mental dan kesehatan dengan benar. Terakhir, perlu ada penanganan untuk memutuskan lingkaran dengan pola finansial atau memperkuat jaminan sosial.
“Di sinilah peran pemerintah dalam mengambil kebijakan, karena bisa jadi daya beli mereka melemah,” pungkasnya.
Kepala Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nawawi menambahkan, pemerintah sebenarnya telah menyiapkan beberapa solusi terkait generasi sandwich, di antaranya masalah jaminan kesehatan. Solusi pemerintah tersebut, juga untuk mengatasi adanya peningkatan percepatan jumlah lansia yang cukup tinggi. Sehingga program Indonesia emas yang dicanangkan tidak terhambat.
“Kita melakukan pemberdayaan masyarakat di Yogyakarta yang akan kita jadikan role model,” kata Nawawi.
Khusus mengenai lansia, BRIN merekomendasikan agar pemerintah mengadopsi sistem jaminan sosial di Jepang. Namun, dampak yang harus diantisipasi adalah timbulnya individualisme, karena keluarga dan agama dianggap sebagai berkah tersendiri di Indonesia.
“Agama dan budaya itu sampai saat ini masih kuat, sehingga kita tidak bisa memutus mata rantainya. Inilah tantangan kita sebagai bangsa, kita bisa menjaga identitas kita sebagai orang Indonesia,” ujarnya. (ach/fat)