Surabaya (pilar.id) – Melihat polusi udara yang saat ini mengkhawatirkan, yang berasal dari asap kendaraan, pembakaran sampah, industri dan pembuangan gas dari hewan ternak. Membuat keempat mahasiswa Univeristas Brawijaya (UB) Malang ini, menciptakan sebuah inovasi dalam mengurangi polusi udara tersebut.
Inovasi tersebut merupakan sebuah alat sedot gas bernama Metadrone, yaitu sebuah drone yang dilengkapi dengan penyedot gas, beberapa lapisan filter dan kamera infra merah, yang berfungsi melihat gas berbahaya yang perlu diubah menjadi gas tak berbahaya.
Adanya inovasi tersebut, yang berhasil mengantarkan keempat mahasiswa tersebut mendapat medali emas dalam kompetisi World Invention Competition and Exhibition (WICE) 2022 di Malaysa.
Keempat mahasiswa tersebut, diantaranya M Budiharto Puguh Hanung Wijaya, Sularso, Yasri Rahmawati, yang ketiganya mahasiswa 7, sedangkan Eka Putri Wahyuningtyas semester 5 dan Putri Masfufah Aminuzzuhriyah mahasiswa semester 9.
Seperti yang dijelaskan oleh M Budiharto Puguh Manung Wijaya, selaku ketua kelompok, jika awal inovasi berasal dari proposalnya saat menjadi juara dalam kompetisi yang diselenggarakan fakultasnya, yang akhirnya diikutkan ke tingkat internasional. Kemudian dikembangkan lagi, hingga berhasil mendapat juara pertama dalam kategori IT and Robotic
“Awalnya saya diajak teman-teman untuk bisa meneruskan inovasi saya ke kompetisi (WICE), kita daftarnya sekitar bulan Juni, lalu kita kembangkan lagi selama berbulan-bulan yang dibantu juga oleh kampus, dan kita lolos grand final ke Malaysa dari tanggal 26-30 September,” ujar mahasiswa semester 7 ini.
Lebih rinci, Budi nama panggilannya ini menjelaskan jika Metadrone, ini terdiri dari drone yang berfungsi sebagai transportasi yang bekerja sendiri karena ada sistem pengendali, kemudian terdapat cerobong yang bertugas menyerap gas berbahaya.
Gas berbahaya tersebut langsung diproses oleh beberapa lapisan filter yang terdapat didalam rangkain drone menjadi gas tak berbahaya dan dikeluarkan pada cerobong lain.
“Bentuknya seperti drone yang ada cerobongnya, drone ini juga dilengkapi kamera yang memiliki infra merah, yang tujuannya mendeteksi gas-gas bahaya, seperti metana atau karbondioksida yang akan langsung diserap cerobong dan disaring menjadi gas tak berbahaya, lalu dikeluarkan. Tahapannya sederhana,” jabarnya.
Dalam pembuatannya, ia mengatakan mengalami beberapa kendala, seperti pada bagian robotic dan sistem Artificial Intelligent (AI), karena ia dengan timnya tak terlalu mahir dalam bidang teknik robotic dan sistem AI
“Akhirnya kita kerjasama dengan fakultas yang lebih paham, namun tidak masuk dalam tim kita, kita juga membuat jadwal pertemuan, karena tim kita dari 3 tahun angkatan yang berbeda dan memiliki kesibukan kuliah masing-masing,” ucap mahasiswa jurusan Peternakan UB Malang ini.
Adanya inovasi ini, Budi mengatakan jika dari pihak penyelenggara sangat antusias dan sangat mendukung untuk dikembangkan lebih lanjut.
“Kita juga dapat Special Award dari Lembaga Malaysia Young Scientists Organization (MYSO) sebagai bentuk dukungannya kepada kami,” sebut pria 21 tahun ini.
Kedepan, kata Budi jika Metadrone akan terus dikembangkan dan akan dibuat lebih efektif lagi, karena alat ini masih pada tahap awal dan perlu diteliti kembali dan berharap bisa diproduksi secara massal dengan harga yang terjangkau.
“Kalau dijual secara pasaran, masih terlalu mahal harganya, maka dari itu masih perlu adanya pengembangan lagi, agar lebih efektif, serta harganya bisa dijangkau oleh peternak di Indonesia, sehingga polusi udara dapat berkurang,” tutupnya. (jel/fat)