Jakarta (pilar.id) – Di Indonesia, popularitas kopi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak terlepas dari semakin menjamurnya bisnis minuman kopi mulai dari warung kopi sampai cafe yang banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia.
Kondisi tersebut, membuat permintaan biji kopi juga terus mengalami peningkatan. Sehingga, memberikan keuntungan bagi para petani kopi di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu yang merasakan manfaat dari pertumbuhan bisnis kopi adalah para petani di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.
Pertumbuhan bisnis kopi tersebut, pada gilirannya juga memaksa para petani untuk terus berkembang menjaga dan meningkatkan kualitas kopi mereka. Salah satunya terkait dengan sistem panen kopi. Petani kopi di Rejang Lebong saat ini banyak yang menerapkan petik merah.
Alasannya karena kopi petik merah lebih menjanjikan daripada petik asalan. Harga jual kopi petik merah pun lebih tinggi jika dibandingkan dengan kopi yang dipetik secara asal.
“Kalau dalam kondisi basah atau ceri dibeli oleh pengumpul Rp4.500 sampai Rp5.000 per kilogram, kalau biji yang kering Rp25.000 sampai Rp30.000 tergantung dengan kualitasnya,” kata Yanto, petani kopi yang ada di Kecamatan Sindang Dataran, di Rejang Lebong, Sabtu (25/11/2022).
Ia menjelaskan penjualan kopi panen dengan sistem petik merah ini banyak diminati oleh pembeli terutama para pelaku usaha penjualan kopi olahan maupun cafe sehingga banyak yang mencari ke desa-desa.
Saat ini, produksi kopi di daerah itu, lanjut dia, sudah mulai berkurang seiring dengan berakhirnya musim panen, tetapi untuk kopi stek berbuah rutin tidak mengenal musim sehingga jika masak bisa dipanen.
Sementara itu, Adi Panito pengurus Koperasi Pengolahan Kopi Primatera Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran mengatakan pihaknya sejak dua tahun belakangan bergabung dengan Koperasi Karyawan PT Medco Agro Jakarta membeli kopi petik merah yang dihasilkan petani di wilayah itu.
“Biji kopi dalam bentuk ceri merah kami beli dengan harga Rp4.500 hingga Rp5.000 per kilogram. Kalau untuk kopi klon Sintaro kita beli Rp5.500 per kilogram, dan untuk kopi robusta umum Rp4.500 per kilogram,” kata dia.
Koperasi Primatera saat ini bisa menampung hingga 5 ton biji kopi basah per hari, namun karena pada musim panen kopi kali ini buah kopi yang dihasilkan dari kebun petani berkurang akibat cuaca ekstrem sehingga mereka paling banyak menampung 2 ton biji kopi basah per harinya.
Adapun jenis kopi yang mereka tampung, kata dia, ialah kopi robusta petik merah yang sudah memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG) dalam tiga kecamatan yang berada satu hamparan dengan ketinggian 900 hingga 1300 Mdpl. (fat)