Surabaya (pilar.id)– Meski KUHP telah disahkan sejak tanggal 6 Desember 2022 dan akan terus disosialisasikan oleh pemerintah.
Namun sejumlah masyarakat, khususnya Surabaya yang tergabung dalam gerakan Arek Surabaya Tolak KUHP, masih menolak atas beberapa point yang mendapat penolakan masyarakat, hingga Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) turut prihatin atas hasil revisi kebijakan KUHP, sejak tahun 2019 tersebut.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Taufik, selaku perwakilan dari Arek Surabaya Tolak KUHP, jika gerakan tolak KUHP ini sebagai catatan hitam terhadap pemerintahan Jokowi-Maaruf, bila dalam pemerintahannya terdapat titik hitam yang harus dikabarkan ke publik.
“Ada 18 point bermasalah di KUHP, kalau kita bawa ke institusi, seperti Majelis Konsitusi (MK), kita sudah tidak percaya lagi karena UU sebelumnya, seperti UU Minerba, Omnibus Law dan lainnya, tidak akan selesai. Justru dilegitimasi oleh negara untuk menindaklanjuti kejahatannya,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan, jika gerakan tolak KUHP dilakukan, salah satunya dengan membuka ruang diskusi, tanpa batas dan setara di sejumlah kampus di Surabaya, yang diberi nama Safari Dwitura
“Kita membuka diskusi yang setara diantara teman-teman, baik itu nelayan, petani, tukang gojek, guru, mahasiswa dan lainnya. Kami membuat konsep kesetaraan dan perkawanan,” jelasnya.
Selain itu, gerakan yang telah dimulai dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, pada Rabu (28/12/2022) ini membawa dua tuntutan, diantaranya
1. Mengecam Pengesahan KUHP yang Ugal-Ugalan dan Tidak Partisipatif,
Kembalikan Semangat Reformasi & Membuka Peluang Demokrasi Delebratif
2. Menolak Pasal-Pasal Anti Demokrasi dan Tidak Ramah HAM.
Adanya kegiatan yang akan berlanjut ini, Taufik berharap, jika pemuda-pemudi saat ini, mempunyai tanggung jawab moral untuk menjadi warga negara yang waspada, bagi segala kebijakan dari pemerintahan yang mengatur nasib mereka dan banyak orang.
Tak hanya itu, ia juga berharap solidaritas masing-masing kawan bisa terjaga, tak hanya ikut-ikutan, namun bisa ikut serta seterusnya.
“Kalau aksi ke jalan, itu butuh kesepakatan bersama, ini adalah sebuah pertemuan dari teman-teman, apakah akan aksi atau tidak setelah savari dwitura selesai,” tutupnya. (jel/din)