Surabaya (pilar.id) – Hari masih pagi saat belasan siswa SMA Negeri 20 Surabaya ini berkumpul di ruang Laboratorium Kimia. Dengan semangat, mereka menyiapkan lembar kain putih, dedaunan, bunga, lalu sejumlah wadah, gulungan, dan masih banyak lagi.
Menurut Jasmine Dian Pramitha, salah satu siswa, dia bersama belasan temannya akan membuat kain batik ecoprint. Berbeda dengan produk batik kebanyakan, sesuai namanya, ecoprint diproduksi menggunakan bahan-bahan alami.
Untuk pewarna misalnya, batik ini menggunakan mangrove atau manggis. Untuk motif atau gambar, batik ecoprint menggunakan daun dan bunga kering yang dengan mudah bisa ditemui di sekitar.
Di sepanjang proses produksi, kata Jasmine, 11 anak yang tergabung dalam komunitas ini dipandu oleh guru mereka, Musiati.
“Awalnya Januari 2022 lalu, ada lomba yang melibatkan anak-anak sekolah. Diajak bikin batik alami dengan desain berbeda. Dari situ sekolah mengembangkan ide ini jadi kegiatan bersama, lebih rutin,” terang Jasmine.
Batik ini, lanjutnya, tidak menggunakan canting. “Tapi kita kumpulkan daun-daun dan bunga. Jadi secara bahan semua relatif mudah,” tambahnya.
Bagian yang menyenangkan dari proses pembuatan batik ecoprint, semua dilakukan bersama. Mulai dari menyiapkan kain, menata daun dan bunga, pewarnaan, mencuci, hingga pengeringan. Sehingga proses pembelajaran dilakukan tanpa beban.
Bahkan dari proses ini, ia bersama kawan-kawannya mendapat wawasan baru sekaligus pembelajaran tentang entrepreneurship. Bagaimana memanfaatkan bahan yang mudah dan murah, tapi bisa diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis.
Satu lembar kain batik ecoprint, kata Jasmine, bisa dijual dengan harga Rp 80 ribu hingga ratusan ribu. “Tergantung bahan kainnya. Mau pakai kain sutra, katun sutra, atau kain katun biasa,” terangnya.
Seiring waktu pula, batik ecoprint yang ada dikembangkan jadi produk fashion. Tidak hanya baju, tapi juga sepatu dan tas yang cantik. (hdl)